Bayi Bertanya Sama Tuhannya

Suatu pagi seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. Dia bertanya kepada Tuhan,

Bayi : "Para malaikat di sini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara saya hidup di sana? saya begitu kecil dan lemah."

Tuhan : "Aku sudah memilih 1 malaikat untukmu. Ia akan menjaga dan mengasihimu."

Bayi : "Tapi di sini di dalam surga apa yang pernah kulakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. Ini sudah cukup bagi saya."

Tuhan : "Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangantan cintanya dan menjadi lebih berbahagia."

Bayi : "Dan bagaimana saya bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka?"

Tuhan : "Malaikatmu akan berbicara kepadamu dengan bahasa paling indah yang pernah engkau dengar dan dengan penuh kesabaran dan perhatian dia akan mengajarkanmu bagaimana cara berbicara."

Bayi : "Apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadamu?"
Tuhan : "Malaikatmu akan mengajarkanmu bagaimana cara berdoa."

Bayi : "Saya dengar bahwa di bumi banyak orang yang jahat, siapakah nanti yang akan melindungi saya?"

Tuhan : "Malaikatmu akan melindungimu walaupun hal itu akan mengancam jiwanya."

Bayi : "Tapi saya pasti akan sedih karena tidak melihatMu lagi."

Tuhan : "Malaikatmu akan menceritakan padamu tentang-Ku dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada di sisimu."

Saat itu surga begitu tenangnya sehingga suara dari Bumi dapat terdengar dan sang bayi pun bertanya perlahan, "Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahuku nama malaikat tersebut?"
Jawab Tuhan,
....."Kamu akan memanggil malaikatmu, Ibu.
Hari ini Adalah hari IBU
I Love Ibu
Sumber

Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Pekalongan


Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.

Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.

Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.

“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.

Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.

“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.

“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.

Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak.

“ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.

“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .

“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.

“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.

Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.

Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.

Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.

Saat apel pagi esok harinya , suara amarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.

“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.

“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.

“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.

“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.

Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya.

Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.

Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.

Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.

“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .

“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.

“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.

“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.

“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.

Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.


Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .

“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.

July 2010 , saat saya mendengar kepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluarga dipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantar kepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .

Hormat amat sangat kepadamu Pak Royadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa Sultan Hamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri ini dari sabang sampai merauke.

Depok June 25′ 2011

Aryadi Noersaid

Update terakhir tentang penulis artikel: Bp Aryadi Noersaid saat ini tinggal di Depok, Saya sempat konfirmasi via SMS kepada penulis untuk memastikan dan meminta comment atau pernyataan dari beliau.

Setelah menunggu beberapa waktu saya mendapat respon dari Bp Aryadi Noersaid. Saya copy dari comment beliau. dan terima kasih pak respon kilatnya:

Aryadi Noersaid (aryadi17@yahoo.com)

Isi Ramalan Jaya baya "Jangka Jaya baya" Kedua

  1. Sing wedi mati---Yang takut mati.
  2. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
  3. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
  4. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
  5. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
  6. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
  7. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
  8. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
  9. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
  10. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
  11. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
  12. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
  13. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
  14. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
  15. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
  16. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
  17. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
  18. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
  19. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
  20. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
  21. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
  22. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
  23. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
  24. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
  25. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
  26. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
  27. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
  28. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
  29. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
  30. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
  31. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
  32. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
  33. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
  34. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
  35. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
  36. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
  37. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
  38. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
  39. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
  40. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
  41. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
  42. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
  43. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
  44. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
  45. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
  46. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
  47. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
  48. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
  49. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
  50. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
  51. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
  52. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
  53. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
  54. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
  55. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
  56. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
  57. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
  58. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
  59. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
  60. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
  61. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
  62. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
  63. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
  64. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
  65. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
  66. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
  67. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
  68. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
  69. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
  70. Agama ditantang---Agama ditantang.
  71. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
  72. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
  73. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
  74. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
  75. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
  76. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
  77. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
  78. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
  79. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
  80. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
  81. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
  82. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
  83. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
  84. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
  85. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
  86. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
  87. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
  88. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
  89. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
  90. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
  91. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
  92. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
  93. Buruh mangluh---Buruh menangis.
  94. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
  95. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
  96. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
  97. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
  98. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
  99. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
  100. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
  101. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
  102. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
  103. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
  104. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
  105. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
  106. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
  107. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
  108. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Ramalan_Jayabaya#Isi_Ramalan

Isi Ramalan Jaya baya "Jangka Jaya baya" Pertama

  1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
  2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
  3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
  4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
  5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
  6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
  7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
  8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
  9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
  10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
  11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
  12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
  13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
  14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
  15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
  16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
  17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
  18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
  19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
  20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
  21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
  22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
  23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
  24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
  25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
  26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
  27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
  28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
  29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
  30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
  31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
  32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
  33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
  34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
  35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
  36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
  37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
  38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
  39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
  40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
  41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
  42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
  43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
  44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
  45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
  46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
  47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
  48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
  49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
  50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
  51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
  52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
  53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
  54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
  55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
  56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
  57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
  58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
  59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
  60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
  61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
  62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
  63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
  64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
  65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
  66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
  67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
  68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
  69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
  70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
  71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
  72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
  73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
  74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
  75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
  76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
  77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
  78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
  79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
  80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
  81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
  82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
  83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
  84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
  85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
  86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
  87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
  88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
  89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
  90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
  91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
  92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
  93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
  94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
  95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
  96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
  97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
  98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
  99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
  100. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
  101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
  102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
  103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
  104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
  105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
  106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
  107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
  108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Ramalan_Jayabaya#Isi_Ramalan

Suyoto, Penjual Nasi Goreng yang Gratiskan Ibu Hamil


Jakarta - Aktivitas menggoreng nasi itu sudah diakrabi Suyoto hampir dua tahun terakhir ini. Sejak itu, racikan bumbu dan penggorengan panas hampir tak pernah absen dari kedua tangannya. Sepintas Suyoto memang serupa dengan pedagang nasi goreng pinggir jalan lainnya. Hanya satu yang beda: Suyoto tak berpikir dua kali memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil.

"Kita sebagai umat Islam harus banyak-banyak beramal. Kalau orang kaya kan punya harta. Kalau saya orang susah, punya nasi goreng ya beramal dengan nasi goreng. Saya senang kalau bisa memberi pada ibu hamil," kata Suyoto.

Hal itu disampaikan pria kelahiran Semarang 16 Juni 1963 itu kepada detikcom, Selasa (6/12/2011).

Bagi dia memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil yang makan di warung tendanya adalah kebahagiaan tersendiri. Suyoto membayangkan, calon bayi yang ada di perut ibu hamil turut memakan nasi goreng bikinannya. Karena dilandasi niat tulus memberi, dia berharap kelak anak-anak yang dilahirkan ibu hamil yang sempat mampir di warungnya tumbuh sebagai anak yang baik, berbakti pada orang tua dan juga senang beramal pada sesama.

"Kalau dalam sehari ada 15 ibu hamil yang makan di warung saya, akan tetap saya beri gratis. Memang sudah niat saya memberi nasi goreng gratis pada ibu hamil yang makan di tempat," tuturnya.

Tidak takut rugi? "Saya tidak pernah merasa dirugikan dengan ini. Semakin banyak ibu hamil yang makan di warung saya, saya merasa semakin banyak rezeki yang saya dapat," ucap pria yang rambutnya mulai memutih ini.

Tidak setiap hari selalu ada ibu hamil yang mampir ke warung nasi goreng Suyoto yang berada di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan ini. Tapi malam itu ketika detikcom menyambangi warung Suyoto, kebetulan ada ibu hamil yang sedang makan di sana.

"Yang dimakan Mbak, gratis," ujar istri Suyoto saat ibu hamil itu hendak membayar makanannya.

"Lho kenapa?" ucap perempuan berbadan dua itu dengan wajah bingung.

"Untuk ibu hamil memang gratis. Ini sudah kami tulis di sini," ucap istri Suyoto sambil menyodorkan daftar menu.

Di bagian paling bawah daftar menu memang tertulis 'Khusus ibu hamil makan gratis'. Melihat itu, sang ibu hamil pun mengangguk mengerti.

Suyoto bersyukur nasi gorengnya bisa diterima masyarakat. Awalnya dia hanya menjual nasi goreng biasa. Namun perlahan, dia mulai 'berkreasi' dengan nasi goreng bikinannya. Ada nasi goreng teri, nasi goreng pete, nasi goreng kambing, nasi goreng seafood dan sebagainya.

"Tambahan ati ampela, ikan asin dan sebagainya ini juga masukan dari konsumen. Kata mereka, kalau dasar nasi gorengnya sudah enak, mau ditambahi apa saja tetap saja enak," lanjut ayah dua anak ini.

Dari nasi goreng, Suyoto mampu membiayai pendidikan kedua anaknya. Anak sulungnya kuliah kebidanan di Solo sedangkan anak bungsunya masih SMA. Bagi dia, mampu membayar kuliah anaknya adalah suatu rezeki yang tak henti-hentinya dia syukuri.

Sebelum membuka warung nasi goreng, Suyoto lama membuka warung rokok kecil-kecilan. 7 Tahun dia mengelola warung rokoknya itu. Sebelum menjalani aktivitas dagang, Suyoto dan istrinya sempat bekerja di pabrik garmen. Bahkan Suyoto pernah menduduki posisi sebagai supervisor. Sayang, pabrik tempat dia mencari makan gulung tikar.

"Sesuatu itu selalu bermula dari yang kecil. Kalau mau berhasil harus mau usaha. Semua itu tergantung orangnya. Kalau tekun, rajin dan disertai doa, saya yakin pasti bisa berhasil," tutur Suyoto.

Dia berharap suatu saat nanti bisa memiliki warung nasi goreng di bangunan permanen, sehingga bisa lebih nyaman. Jika selama ini warung nasi gorengnya tak punya nama, dalam waktu sebulan ke depan dia akan memberi nama warungnya 'Sadakur'. Dia baru sadar, identitas pun memegang peranan penting saat membuka usaha.

"Sadakur itu artinya sabar dan bersyukur. Keinginan saya lainnya adalah bisa buka cabang di tempat lain dan bisa menjalankan rukun Islam ke-lima, naik haji," harapnya.

Bagi Suyoto, mencari makan dengan berdagang adalah aktivitas yang menyenangkan. Sebab dia bisa mengatur sendiri waktu kerjanya dan tidak tergantung pada atasan. Bahkan jika mungkin, Suyoto ingin membuka lapangan kerja bagi orang lain.

"Suatu hari nanti saya ingin bisa menulis buku. Ingin membagi kisah saya dengan orang lain. Dan sampai kapan pun selama saya jualan nasi goreng, saya akan tetap memberi gratis untuk ibu hamil. Benar, rezeki itu tidak tertukar," ucap Suyoto.


Kisah Kembar Siam Hidup Bersama 50 Tahun










SENIN, 19 SEPTEMBER 2011, 01:19 WIB




Ketika Lori berkencan dan bercinta, George akan setia menunggu sambil membaca buku.


VIVAnews - Kembar siam George dan Lori Schappell telah menantang prediksi dokter. Dengan setengah jidat dan satu mata menempel, mereka masih bisa tersenyum gembira merayakan ulang tahun ke-50.

Mereka menandai hari bahagia itu dengan melakukan perjalanan ke London. "Saat kami lahir, dokter memprediksi usia kami tak sampai 30 tahun, kami belajar banyak dan kami ingin melanjutkan hidup," kata Lori, seperti dikutip dari  The Sun. 

Mereka bertahan hidup selama 50 tahun dengan begitu banyak perbedaan. George yang mulanya bernama Dori memutuskan hidup sebagai laki-laki. Sementara Lori hidup sebagai wanita yang menjalin hubungan dengan seorang pria. Lori beberapa kali memenangi kejuaran bowling, sedangkan George kerap tampil sebagai penyanyi country.

Lori terlahir dengan kondisi tubuh yang mampu tumbuh dengan baik. Sementara George menderita spina bifida yang membuatnya harus duduk di kursi roda untuk membantu mobilitasnya. Dengan kondisi kepala menyatu, Lori selalu membantu George mendorong kursi roda untuk beraktivitas bersama.

"Kebanyakan orang tidak percaya, tapi kami memiliki kehidupan yang sangat normal," kata George. "Kami bisa bepergian, merapikan apartemen sendiri, bahkan Lori punya kekasih. Tak ada yang bisa menghalangi kami melakukan yang kami mau."

Kehidupan mereka harmonis dan saling mendukung. Ketika Lori berkencan, George akan setia menunggu sambil membaca buku. Lori pun tak ragu berciuman dan bercinta dengan pasangannya. "Aku kehilangan keperawananku saat usia 23 tahun," kata Lori.



Kembar siam asal Pennsylvania, Amerika Serikat ini lahir dengan 30 persen jaringan lobus frontal otak menyatu dan pembuluh darah kritis. Kondisi itulah yang membuat mereka tak dapat dipisahkan melalui operasi.

Pengadilan kemudian memutuskan bahwa orangtua mereka tidak bisa merawat. Mereka kemudian ditempatkan di sebuah lembaga kesehatan, di mana mayoritas pasiennya menderita cacat mental yang parah. "Sama sekali tidak ada yang salah dengan kita, selain dari fisik."

Ketika menginjak usia 21 tahun, mereka berjuang melawan hukum untuk mendapat hak pendidikan. Mereka menang, dan Lori bisa mengambil pendidikan sekretaris. "Kami harus buktikan kami bisa hidup sendiri dan kami akhirnya diizinkan untuk menjadi independen."

Di apartemennya, mereka memiliki dua kamar tidur dengan interior sesuai kepribadian masing-masing. Mereka menempati kamar itu bergantian setiap malam. "Kamarku lebih girly dan mencerminkan kepribadian saya, sementara George memasang banyak poster musik di kamarnya."

Hingga empat tahun lalu, George hidup sebagai wanita. Namun, pergolakan batin membuatnya berani mengambil keputusan hidup sebagai pria. "Itu sangat sulit, tapi aku semakin tua dan aku tidak ingin hidup dalam kebohongan. Aku tahu aku harus menjalani hidupku seperti yang kuinginkan."(np)



Sumber

Ini Yang Namanya Cinta (Kisah Renungan)



Eko Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.

Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Namun ada sisi kesehariannya yang luar biasa!!!!

Usianya sudah tidak muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak.

Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari…saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya-- karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing- - Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu 'agar semua anaknya dapat berhasil'.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:
“Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak……bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu." Sambil air mata si sulung berlinang.

"Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi,
kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak,
dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak,
kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Si Sulung melanjutkan permohonannya. 


”Anak-anakku. ..Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian….*sejenak kerongkongannya tersekat*… kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini ?? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit." Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya.


Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno..dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.


Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa....disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.


Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkimpoiannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama… dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit...” Sambil menangis.


"Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya...BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH".


(Semoga Allah memberkahi para suami yang sholeh dan istri yang sholehah)


Sumber 

Tiga Bulan Tidak Mampu Memandang Wajah Suami

Cerita Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Perkimpoian itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.

Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.

Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.

Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama

Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun bad rest di rumah sakit.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.

Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …

Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.

Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

(Diterjemahkan dari kisah yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada kawan-kawannya)

Semoga bisa menjadi ibrah bagi kita.


Sumber

Suamimu, Kekasihku…


Diandra sedang berada di sebuah caffee bersama teman sekantornya, Lia. Sudah menjadi kebiasaan keduanya sepulang kantor mereka ngopi di sana.
“Wanita itu ingin bertemu denganmu???”  Tanya Lia.
“Yup, wanita itu mengajaku berbicara empat mata, tapi aku belum menjawab permintaanya. Ia  sudah tau, lelakinya ada main denganku… “.
“Dan kau?? Mau menyudahinya???”
“Entahlah, aku terlanjur mencintainya…..”
Keduanya kemudian terlibat obrolan ringan seputar pekerjaan.
***
“Salahkah bila aku mencintai lelaki yang sudah beristri? Ravi. Dia atasanku. Seorang bos yang baik. Laki-laki idaman. Aku merasa sudah terjerat oleh cintanya, kebaikanya, kesederahanaanya. Beberapa hari ini aku merasa terganggu dengan permintaan istrinya yang ingin menemuiku. Jujur aku tidak tau apa yang akan aku katakan nanti saat bertemu dengannya. Aku juga tidak siap kehilangan orang yang aku cintai. Mungkin saja dia akan memberiku berpuluh juta rupiah supaya aku menjauhi suaminya. Mungkin dia akan mengancam aku dengan ancaman ala wanita galak yang suaminya selingkuh. Aku tidak tau. Wanita itu telah mengetahui aku ada main dengan suaminya. Mungkin saja akulah si wanita jahat. Yang telah merebut suami orang.”
Diandra gelisah di sudut kamarnya. Subuh menjelang namun belum juga matanya mampu ia pejamkan. Suara SMS membuyarkan angan-angannya.
“Diandra. Bisakan kita bertemu hari ini. Saya harap kamu mau. Sekali ini saja. Saya perlu bicara dengan kamu. Kabari saya. Lani.”
Lagi-lagi sms dari istri sang bos, mengharap dirinya mau bertemu, berbicara empat mata. Entah ini sms yang ke berapa kali. Yang pasti sudah cukup mengganggu kenyamanan Diandra.
Dua tahun  sudah ia menjalin hubungan gelapnya dengan Ravi, mengapa baru kali ini gangguan datang? Justru disaat dirinya sudah cinta mati dengan laki-laki tersebut?
“Cinta tak senikmat yang ku bayangkan, kehilangan bukankah hanya masalah waktu saja? Cepat atau lambat aku akan kehilangan laki-laki itu. Sadarlah Diandra, dia suami orang…”
***
Sudut Caffe, Diandra menunggu seseorang. Ia telah bulatkan tekad. Bertemu dengan istri sah si laki - laki yang kini mengisi kekosongan hatinya.
“Apapun yang akan terjadi, terjadilah. Aku telah siap dengan semuanya” Batin Diandra
Seorang wanita 40 tahunan menuju mejanya. Cantik. Mempesona. Elegan. Dengan set dress berwarna hitam, tersenyum ke arahnya.
“Wanita secantik ini?? Apanya yang kurang? Mengapa suaminya lebih menyukaiku?? Aku tak mau pusing. Aku hanya mau tau, apa maunya wanita ini menemuiku. Beberapa hari terakhir smsnya seolah menerorku. Hidupku tak nyaman, tidurpun tak nyenyak”. Batin Diandra.
Keduanya berjabat tangan. Dingin. Diandra coba tersenyum, mengimbangi senyum sang wanita di depannya.
“Apakah kamu benar-benar menyukai suamiku???”
Bingung Diandra dibuatnya. Tapi sudah terlanjur, maka ia anggukan kepalanya.
“Apa yang kau inginkan darinya?? Uang?? Jabatan?” Tanya sang wanita
“TIDAK” Dengan tegas Diandra menjawab.
“Apa yang kau mau? “
“Aku hanya ingin, suamimu untukku…”
Senyum sang wanita hilang. Berganti dengan tatapan marah. Tapi ia coba menahan. Ia bangkit dari duduknya.
“Baiklah. Lain kali kita bicara lagi. Hari ini aku terburu-buru mau ke suatu tempat. Aku harus segera pergi”
Wanita itu pergi dengan meninggalkan amplop di meja, juga meninggalkan Diandra yang terpaku di tempat.
***
Tiga hari telah berlalu semenjak pertemuan dengan wanita itu. Amplop itu sama sekali belum ia buka.Tergeletak di meja kamarnya.
“Paling-paling isinya cek. Bukankah memang begitu istri-istri bos yang kehilangan suaminya. Tidak di sinteron, di drama Korea, ataupun di dunia nyata. Yang dia lakukan adalah menukarnya dengan puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Apakah ia pikir aku wanita serendah itu? Aku mencintai suaminya, bukan uangnya”. Diandra gemas membatin.


Beberapa kali ia bolak balik bak setrikaan. Menimbang - nimbang antara mau membuka atau membiarkanya saja. Rasa penasaran rupanya mengalahkan segalanya. Ia ambil amplop tersebut dan dibuka pelan-pelan di samping tempat tidur. Bukan cek. Hanya selembar kertas. Dengan tulisan tangan di sana.
Diandra. Maaf jika akhir-akhir ini aku seperti menerormu. Mengirimkan sms kepadamu hampir setiap hari. Memohon bertemu denganmu meski hanya satu kali. Aku tau kamu sangat terganggu. Aku tau, saat bertemupun aku tak sanggup mengatakan apapun,  untuk itu aku hanya menyiapkan secarik kertas ini.


Aku tidak tau kamu wanita seperti apa. Sebab aku tulis ini sebelum aku bertemu denganmu.
Kamu bisa membayangkan Diandra? Bagaimana saat kamu tau suamimu ada main di belakang dengan wanita lain??? Sakit. Sangat sakit. Tapi aku mencoba tabah. Selama ini aku coba menerima semuanya. Toh dia juga masih saja baik di depanku.  Aku hanya berharap, kamu wanita baik. Kamu bisa bayangkan saat  orang yang kamu cintai membagi hati? Maaf, aku bukan ingin menuntutmu. Sama sekali tidak Diandra.
Aku tidak menyalahkan siapa - siapa. Mungkin ini sudah menjadi garis hidup. Cinta toh tak bisa dipaksakan. Dan Cinta toh selalu berubah kadarnya. Bisa lebih kuat, bisa juga hilang tanpa bekas.
Satu hal yang ingin beritau padamu, tiga hari lagi aku akan melakukan operasi kanker payudara. Doakan aku semoga berhasil. Tak ada yang aku beri tau perihal penyakitku, termasuk suamiku. Tolong jaga rahasia ini, jangan beri tau siapapun. Aku memang sengaja menjauh darinya, menyembunyikan semuanya, itulah sebabnya di belakang ia mulai mencari kepuasan. Aku memahami itu, meski hatiku sakit.
Apapun yang terjadi. Jangan pernah sakiti dia. Aku seorang istri yang tak mampu memberinya keturunan. Aku bukan istri yang baik. Aku bukan istri yang sempurna. Hari ini aku mau chek up. Doa’kan aku.  Semoga kita bertemu lagi.


Lani.


Air mata Diandra mengalir dengan sendirinya tanpa mampu ia tahan. Tak berapa lama HP nya berdering. Lia memanggil dari seberang sana.
“Di… Istri pak Ravi meninggal baru saja… Kamu udah tau????”
HP di tangan Diandra terlepas dengan sendirinya. Tak ada kekuatan yang mampu menopang. Wanita itu?? Wanita yang tiga hari lalu bertemu denganya?? Meninggal??God… Aku berharap ini mimpi. Dan tolong  segera bangunkan aku. Aku akan kembalikan suaminya untuknya.
Ketika sesal datang…
Ketika semua tinggal cerita…
Ketika kita sadar….
Semua terasa hampa…
Dan kini…
Surga adalah  tempat terbaik


Orang Jepang Naik Haji



“Subarashi! Subarashi!” atau “Luar Biasa!”, adalah kata yang berulangkali diucapkan oleh Omar-san, orang Jepang dalam kloter haji kami. Kalimat itu diucapkannya saat melihat Ka’bah dan melakukan gerakan memutarinya selama tujuh kali (thawaf). Bersama dengan Omar-san, ada 10 orang Jepang lain yang ikut berangkat haji tahun ini dari rombongan jamaah haji embarkasi Jepang.
Bagi Omar-san, yang baru memeluk Islam sekitar 3 tahun lalu, ini adalah kali pertamanya ia naik haji. Ia begitu kagum dan terkesima dengan masifnya jumlah jamaah haji dari berbagai penjuru dunia yang

Omar-san dan Saif-san, orang Jepang yang Naik Haji.jpg

datang pada saat bersamaan dan melakukan ritual haji yang sama. Omar-san, yang tidak mau memberitahukan pada saya nama asli Jepangnya, menganggap ada satu kekuatan besar yang mampu membawa berjuta-juta orang tersebut secara sukarela untuk datang ke tanah suci ini. Hal itulah yang membuatnya terpana di depan Ka’bah.
Berangkat haji bersama orang Jepang adalah hal yang menarik bagi saya. Bagaimana tidak, selama tinggal di Jepang, saya jarang melihat orang Jepang yang beragama Islam (ataupun beragama lainnya, seperti Kristen atau Yahudi). Kebanyakan orang Jepang memang tidak memilih satu agama tertentu. Mereka kebanyakan menganut ajaran Shinto yang lebih bersifat budaya ketimbang sebuah agama.
Di sisi praktis sehari-hari, sebenarnya orang Jepang sudah berperilaku lebih dari orang beragama. Mereka sangat santun, sabar, bersih, tekun, disiplin, dan tertib dalam bermasyarakat. Semua ajaran agama yang menganjurkan kebaikan dan perilaku terpuji telah mereka terapkan tanpa harus memeluk suatu agama tertentu. Hal itu bisa dilihat secara nyata dalam kehidupan masyarakat Jepang. Mereka tertib mengantri, berlalu lintas dengan santun, menjaga fasilitas umum tetap rapi dan bersih, membuang sampah di tempatnya, dan saling membantu dengan tulus.
Kisah-kisah pascatsunami dan bencana gempa bumi pada Maret 2011 lalu menjadi sekian banyak contoh tentang tingginya adab dan perilaku masyarakat Jepang. Di negeri yang beragama sekalipun, saat bencana, perilaku yang muncul kadang tidak agamis (menumpuk barang kebutuhan pokok, menjarah, menaikkan harga semena mena, dan saling merugikan sesama). Hal itu tidak terjadi di Jepang saat bencana tsunami lalu.
Agama, memang datang ke dunia untuk memperbaiki akhlak, atau perilaku manusia. Sayapun bertanya pada Omar-san, apabila akhlak di masyarakat sudah baik, masih perlukah orang Jepang memeluk agama.
Menurutnya, Jepang memang sebuah masyarakat yang tertata baik dan aplikatif dari ajaran agama. Namun pada ujungnya, manusia tetap membutuhkan tambatan hati. Sebuah oase tempat mengadu dalam keadaan sendiri, baik suka maupun duka. Sebuah tautan kala sedang dirundung beragam masalah dan tekanan dunia. Tanpa agama, berbagai pelarian dicari oleh orang Jepang untuk mencari ketenangan hati. Jadi, menurut Omar san, orang Jepang masih memerlukan agama.

Hal itulah yang melatarbelakangi Omar-san untuk memeluk agama. Ia mengatakan bahwa setelah beragama, ia menemukan ketenangan hati dan kedamaian jiwa. Meski demikian, banyak orang yang bertanya padanya, tidakkah sulit menjadi Islam di Jepang.
Permasalahan bagi orang Jepang dalam memeluk Islam bukan pada masalah ideologi, namun lebih pada urusan praktikalitas ritual. Menjalankan ibadah sholat sebanyak lima kali sehari, puasa selama sebulan, dan melaksanakan ibadah haji, adalah aktivitas yang sangat sulit dilakukan dalam lingkungan orang Jepang. Bangsa Jepang adalah pekerja keras. Kalau kita bekerja di perusahaan Jepang misalnya, sulit mendapat dispensasi ijin sholat pada waktunya, apalagi cuti melakukan ibadah haji. Nyaris mustahil untuk dikabulkan. Belum lagi soal pilihan makanan halal yang amat jarang didapatkan di Jepang.
Omar-san dan Istri berjalan menuju pelemparan Jumrah.jpg
Namun berbeda dengan dunia barat yang memiliki prejudice tentang Islam, di Jepang pandangan masyarakat tentang Islam secara umum tidak seburuk di barat. Bagi orang Jepang, agama apa saja dipandang baik, karena ajaran setiap agama adalah mengarah pada kebaikan. Oleh karena itu, Islam lebih gampang diterima banyak orang Jepang.
Omar-san sendiri beruntung. Ia adalah Presiden Direktur (Sachoo) sebuah perusahaan konstruksi yang dimilikinya sendiri. Perusahaannya tergolong besar di daerah Kasugai, Aichi-Ken, di sekitar kota Nagoya. Jadi, ia bisa mengatur masalah praktikalitas ritual agama, termasuk saat ia memutuskan naik haji bersama istrinya, yang juga orang Jepang.
Selain Omar-san, ada dua orang Jepang lainnya yang sering berdiskusi dengan saya saat ibadah haji kemarin. Kebetulan saya tinggal satu tenda dengan mereka, saat di Mina maupun saat wukuf di Arafah. Mereka adalah Saif Takehito dan Muhammad Syarief. Keduanya telah mengganti atau mencampur nama asli Jepangnya dengan nama Islam.
Saif Takehito adalah seorang diplomat Jepang yang bekerja di Kedutaan Besar Jepang di Dubai. Ia jago berbahasa Arab dan ahli membaca Al Qur’an (saya saja sampai minder mendengar ia membaca Qur’an). Sementara Muhammad Syarief adalah seorang wirausaha yang tinggal di Tokyo.
Karakter dan kultur dari orang Jepang yang baik dan santun tersebut, tercermin saat mereka menjalankan ibadah haji. Dalam kondisi apapun, mereka tetap diam dan sabar. Persis saat mereka menghadapi bencana alam bulan Maret lalu.
Tekanan terbesar dari ibadah haji adalah soal kesabaran. Mulai dari kedatangan di Arab, prosesi ibadah, kehidupan sehari-hari, hingga kembali ke Jepang, ujian kesabaran datang silih berganti. Banyak dari kita yang kadang lepas kontrol, lalu marah-marah dan malah beradu mulut dengan jamaah lain. Tapi saya melihat para jamaah haji dari jepang memiliki kesabaran yang tinggi. Padahal mereka dihadapkan pada kondisi yang bertolak belakang dengan keadaan negaranya yang tertib dan teratur.
Suatu malam di Mina, terjadi kekacauan di maktab (kelompok tenda) kami. Saat kembali dari melempar jumrah, tenda rombongan kami dipindahkan pengelola maktab tanpa sepengetahuan kita semua. Akibatnya, barang-barang kami semua tercecer, bahkan ada yang kehilangan peralatan-peralatan personalnya.
Beberapa jamaah haji dari negara lain ada yang marah-marah dan menyalahkan panitia karena tidak menjaga barangnya. Ada yang menuding-nuding panitia, bahkan sampai ingin menuntut ganti rugi. Salah satu jamaah malah hampir beradu mulut dengan saya, karena ia menganggap saya tidak memberi lokasi tempat tidur untuknya. Masya Allah!
Mereka sampai harus ditenangkan oleh kita semua yang ada di tenda, “Sabar haji… Sabar.. Istighfaar.. This is Hajj”. Barulah kemudian mereka mengucapkan istighfar dan meminta maaf pada kita semua karena menimbulkan kekacauan di tenda.

Sementara itu saya melihat Muhammad Syarief kehilangan sleeping bag-nya malam itu. Ia hanya celingak celinguk saat banyak jamaah protes. Tapi ia diam saja tanpa protes dan tidak mengeluh. Padahal kakinya bengkak karena melepuh saat berjalan di Mekah sebelumnya. Ia malah menggelar handuk dan tidur langsung di karpet dalam diam.Simpati jamaah di tenda kami pun diarahkan pada dirinya. Kamipun meminjamkannya sleeping bag, memberinya obat dan makanan, serta menawarkan lokasi tidur yang nyaman. Semua jamaah simpati pada kesantunan orang Jepang ini.


Syarief-san, orang Jepang yg selalu berdzikir, saat di tenda Arafah.jpg


Hal serupa saya perhatikan dari diri Saif Takehito. Suatu malam kita harus menunggu di Arafah hingga menjelang tengah malam. Saat itu ada kecelakaan bis sehingga semua jalan menuju Muzdalifah ditutup. Akibatnya, bis rombongan kita tertunda keberangkatannya ke Muzdalifah. Banyak jamaah di kelompok kami yang beradu mulut dan berdebat. Mereka merasa harus tiba di Muzdalifah sebelum tengah malam dan melakukan sholat dua rakaat, sesuai sunah Nabi. Pimpinan rombongan mengatakan bahwa dalam kondisi darurat, sholat bisa dilaksanakan di Arafah. Tapi banyak jamaah yang tidak terima, perdebatan pun terjadi bahkan cenderung memanas.
Saif Takehito saya lihat hanya duduk saja di bawah pohon sambil berulangkali melafazkan nama-nama Allah (berdzikir). Saat saya tanya bagaimana pendapatnya, Saif berkata banyak hal yang terjadi di luar kehendak manusia, kita sebagai manusia tak bisa berbuat apa. Semua kehendak Allah. Jadi janganlah kita saling berbantahan, kita harus bersabar dan ikuti perintah pimpinan kita. Masya Allah, kita semuapun jadi malu oleh ucapan dari orang Jepang yang notabene baru memeluk Islam tersebut.
Meski orang Jepang dihadapkan pada suasana yang jauh berbeda dengan negerinya, mereka ternyata bisa memahami dan tetap bersikap sabar. Mereka tidak mengeluh dan menyalahkan keadaan. Hal tersebut memberi saya sebuah kesadaran, bahwa keber-agama-an bukan semata soal pengetahuan. Akhlak dan perilaku baik, terbentuk bukan saja dari pengetahuan, tapi lebih pada kebiasaaan.
Orang Jepang sejak kecil sudah dibiasakan dan dididik berbuat baik, sabar, dan memerhatikan kepentingan orang lain. Di sekolah, di rumah, di masyarakat, ajaran dan yang dilihat sama. Sementara banyak orang beragama yang hanya diajarkan dan diminta menghafalkan cara berbuat baik dan sabar.
Itulah sebabnya dulu Nabi senantiasa berkata, “Biasakanlah berbuat baik, biasakanlah berbuat baik…” Bukan menghafal perbuatan baik, tapi membiasakan berbuat baik. Tentu tujuannya agar kita menjadi orang baik, yang sebaik-baiknya.