Jari Kelingking Yang Hilang

Cerita Cerita Inspiratif Dan Moivasi 
 Di sebuah kerajaan yang sangat makmur, hiduplah seorang Raja yang pemberani dan penasehatnya yang bijaksana.
Suatu hari sang raja dan penasehat berburu. Malangnya, terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan jari kelingking sang raja terputus. Maka pulanglah rombongan ini dalam keadaan yang gundah.

Setelah mengalami perawatan selama beberapa hari, sang Raja mulai pulih secara fisik, tetapi dia masih sangat malu untuk muncul di depan umum. Maka dipanggillah sang penasehat.
Raja : "Penasehat, bagaimana menurut pendapatmu keadaanku yang tidak lengkap lagi ini?"
Penasehat : "Tidak masalah, baginda. Itu baik-baik saja. Bersyukurlah bahwa hanya kelingking yang hilang"
Mendengar ini marahlah raja kepada penasehat. Dia berdebat panas dengan sang penasehat yang akhirnya dipenjarakan karena dianggap menghina Raja. Diangkatlah seorang penasehat baru.
Raja tidak bisa meninggalkan hobi berburunya. Setelah sembuh total, dia bersama penasehat barunya berburu kembali ke hutan yang lain. Tetapi kembali sebuah kemalangan menimpa rombongan ini. Sedang asyik-asyiknya mengejar kijang buruan, maka tersesatlah raja dan penasehat di hutan tersebut.
Mereka tertangkap oleh segerombolan suku liar di hutan itu, dan segera diikat untuk dikorbankan kepada dewa suku itu. Upacara sudah disiapkan. Kuali raksasa diisi air dan sudah dipanaskan. Kedua tawanan dibawa siap untuk disembelih dan dimasak. Tiba-tiba sang dukun berteriak, bahwa si Raja tidak boleh ikut disembelih karena cacat di kelingkingnya. Korban harus sempurna tidak boleh cacat.
Maka raja itu dibuang ke hutan, dan setelah 3 hari bertemu pasukan pencari yang sudah berhari-hari berkeliling mencari sang Raja. Raja pulang dengan keadaan letih, tetapi lega. Yang pertama dikunjunginya adalah sang penasehat yang berada di penjara. Penasehat itu dikeluarkan dari penjara dan Raja mengucapkan terima kasih. Raja membenarkan pendapat sang penasehat bahwa memang kita harus bersyukur. Penasehat yang kebingungan dengan perubahan hati sang raja bertanya ada apa. Dan Raja menerangkan semua peristiwa di hutan itu.
Lalu sang penasehat juga langsung sujud di hadapan Raja. "Baginda saya juga berterima kasih karena baginda telah memenjarakan saya. Kalau saya tidak dipenjara saat ini, tentu saja saya yang sekarang sedang di masak oleh suku liar itu". 

Saat tertimpa musibah... sebisanya lah kita berusaha untuk tabah, karena siapa tahu Tuhan punya rencana yang lain untuk kita. Dan perlu kita ketahui, bahwa dibalik semua masalah... tersimpan sebuah hadiah yg indah apabila kita mampu mengatasinya.

Zamrisyaf, Penemu Energi Listrik Dari Gelombang Laut

 Dapat Inspirasi dari Lonceng di Dek Kapal
Zamrisyaf bukanlah sarjana, bukan pula ilmuwan ternama. Namun, imajinasi dan kreativitasnya mengantarnya menjadi penemu sebuah karya berharga: Pembangkit listrik dari tenaga gelombang laut.
————————– ————
AHMAD BAIDHOWI, Jakarta
—————————- ———
Siang itu sebuah kapal meluncur dari Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Di dek kapal sebuah lonceng besar tergantung di tiang kayu. Seorang pria bertanya-tanya dalam hati, untuk apa gerangan lonceng itu.
Malamnya, Samudera Hindia memamerkan keganasannya. Gelombang besar menerjang, kapal pun terguncang. Semakin kencang hantaman gelombang, bunyi dentang lonceng besar di dek kapal itu terdengar makin lantang.
Itulah kisah tentang Zamrisyaf, karyawan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pada awal 2000 itu dia melakukan perjalanan dinas dari Padang ke Jakarta.
Setelah perjalanan itu, otaknya terus berpikir. “Wah, jika energi gelombang itu bisa menggerakkan lonceng dengan begitu kuat, berarti energi gelombang itu juga bisa menggerakkan dinamo atau generator listrik,” cerita Zamrisyaf, ditemui wartawan koran ini di Kantor Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PT PLN di Jakarta, Selasa pekan lalu (20/9).
Mengutak-atik peralatan listrik memang sudah menjadi hobinya sejak lama. Lulus dari Sekolah Teknik Menengah (STM) Muhammadiyah Padang jurusan teknik elektro, Zamrisyaf muda mulai berpikir untuk menerangi desanya yang gelap gulita.
Akhirnya, pada awal 1980, pria kelahiran Bukit Tinggi, 19 September 1958 itu mulai menemukan teknik pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Dengan membuat kincir air dari kayu, dia memanfaatkan derasnya aliran air sungai untuk memutar kincir yang dihubungkan ke generator listrik.
Hasilnya, kincir air itu berhasil mengalirkan listrik untuk 30-an rumah di desanya, Desa Sitalang, Lubuk Basung, Sumatera Barat. Keberhasilan itu cepat tersiar dan ditiru puluhan desa lain di Sumatera Barat. Atas jasanya itu, pada 1983 Zamrisyaf dianugerahi penghargaan Kalpataru oleh Presiden Soeharto.
“Tapi, karena sulitnya mencari kerja, saat itu saya sebenarnya tengah merantau di Malaysia, sehingga penghargaan Kalpataru itu diterima oleh bapak saya,” ujarnya.
Setelah mendapat Kalpataru, dia diminta pulang oleh Azwar Anas, gubernur Sumatera Barat saat itu, untuk membantu pengembangan listrik di wilayah terpencil. “Akhirnya, pada 16 Agustus 1983 saya mulai bekerja di PLN Sumatera Barat,” ceritanya.
Dia pun bertugas mencari sumber-sumber pembangkit listrik mikrohidro di wilayah Sumatera Barat, termasuk kepulauan-kepulauan kecil seperti Mentawai. Akhirnya, pada 2000 itulah tercetus ide untuk menggunakan energi gelombang laut sebagai sumber pembangkit listrik.
Namun, mempraktikkan ide itu rupanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Karena Zamrisyaf memang tidak mengenyam pendidikan tinggi atau kuliah di bidang energi laut, ide-idenya pun hanya dituangkan melalui serangkaian uji coba.
Ide dasarnya adalah menggunakan ponton atau tongkang kecil yang di atasnya ada semacam bandul yang bergerak memutar. Logikanya, ketika ponton miring atau bergerak karena empasan ombak, bandul akan memutar untuk mencari keseimbangan. Karena empasan ombak datang terus-menerus, bandul akan terus bergerak memutar.
Ketika poros dari bandul tersebut dihubungkan dengan dinamo, gerakan memutar itu akan diubah menjadi listrik. Karena itulah, teknik itu dinamainya pembangkit listrik tenaga gelombang-sistem bandulan (PLTG-SB). “Idenya memang sederhana. Tapi, praktiknya ternyata tidak semudah yang saya kira,” ujarnya.
Pada 2002 Zamrisyaf melakukan uji coba pertama. Saat itu dia merangkai enam drum menjadi ponton. Di atasnya terdapat bandul, pelat becak, dan roda sepeda, namun belum dipasang dinamo.
Peralatan itu diangkat beramai-ramai bersama tetangga di Perumahan Mega Permai Muaro Panjalinan, Padang, untuk diapungkan di pantai dekat rumahnya. Namun, hasilnya belum memuaskan. Meski demikian, teorinya terbukti benar. Bandul bisa bergerak memutar, meski masih perlahan.
Setelah itu serangkaian uji coba pun dilakukan. Karena saat itu belum ada yang bersedia mendanai, Zamrisyaf harus merogoh kocek sendiri. Tak kurang dari Rp 40 juta dia keluarkan untuk membiayai percobaan-percobaannya.
Barulah pada 2007, uji cobanya dibantu PLN Sumatera Barat. Pada uji coba di Pantai Ulak Karang, Padang, tersebut, peralatan sudah dipasangi dinamo. “Lampunya bisa menyala, kadang terang, kadang redup. Tapi, intinya sudah terbukti bahwa energi gelombang laut bisa diubah menjadi energi listrik,” ucap pria yang oleh teman-temannya dijuluki “Pendekar Listrik Gelombang Laut” tersebut.
Untuk mengembangkan temuannya itu, pada 2009 Zamrisyaf dipindahtugaskan dari kantornya di PLN Sumatera Barat ke Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PLN Pusat di Jakarta. Demi temuannya, Zamrisyaf juga harus rela tinggal di kos-kosan di Jakarta, berpisah dengan istri dan tiga anaknya yang tinggal di Padang.
Di Litbang inilah temuannya terus dikembangkan, hingga akhirnya Zamrisyaf bertemu Profesor Mukhtasor, ahli teknik kelautan asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. “Selama ini, temuan saya hanya berdasar uji coba. Jadi, kalau ditanya, berapakah besar ponton yang ideal, berapa panjang lengan, berapa berat bandulnya, saya tidak tahu rumusnya. Tapi, setelah bekerja sama dengan ITS, kini hitungannya sudah ketemu,” jelasnya.
Berdasar kalkulasi ITS, model ponton terbaik bukanlah yang mengambang, melainkan ponton berbentuk seperti delima yang sebagian terendam dalam air. Untuk ponton dengan panjang lengan 2 meter, bandulnya seberat 10 kilogram. Dengan asumsi tinggi gelombang sekitar 0,5 – 1,5 meter, akan dihasilkan putaran 200,6 per menit (rpm) dan daya 25,20 kilowatt (kW).
Menurut Zamrisyaf, dalam ilmu perkapalan, para ilmuwan mencari cara agar kapal tetap stabil, tidak bergoyang terlalu kencang ketika terempas ombak. “Nah, untuk pembangkit listrik sistem bandulan ini, rumusnya dibalik. Jadi, dicari cara agar ponton bisa bergoyang lebih kencang ketika terkena ombak,” terangnya.
Dengan skema hasil perhitungan ITS tersebut, lanjut dia, selain memberi tenaga putaran optimal, generator juga terlindung di dalam ponton. Dengan demikian, generator tidak terkena air laut yang bisa menyebabkan korosi.
Operasionalnya pun cukup sederhana. Dalam satu ponton dipasang empat lengan beserta bandulnya. Jika satu bandul menghasilkan 25 kW, satu ponton bisa menghasilkan 100 kW. Nanti, 50 ponton bisa dirangkai, sehingga total menghasilkan daya 5.000 kW atau 5 megawatt (MW). Dengan asumsi kebutuhan satu rumah 1.000 watt, rangkaian ponton tersebut bisa melistriki sekitar 5 ribu rumah.
Zamrisyaf mengatakan, rangkaian ponton itu dipasang sekitar 500 meter dari bibir pantai dan diberi jangkar agar tetap berada di posisinya. “Sistem ini sangat layak untuk melistriki kepulauan-kepulauan kecil di Indonesia,” ujarnya.
Dimintai komentar terkait dengan temuan Zamrisyaf, Profesor Mukhtasor mengatakan sangat mengapresiasi. “Temuannya itu unik dan berdasar kalkulasi kami, bisa diterapkan di lapangan,” kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) yang juga ketua Asosiasi Energi Laut Indonesia (Aseli) tersebut.
Menurut dia, sistem pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan sistem bandulan (PLTG-SB) potensial dikembangkan di wilayah Indonesia. Berdasar kajian ITS, pembangkit ini cocok ditempatkan di garis pantai yang berhadapan dengan laut lepas. “Kami sudah mengidentifikasi, di wilayah yang tidak mengganggu jalur lalu lintas laut, potensinya bisa mencapai 6 ribu megawatt (MW). Ini luar biasa besar,” sebutnya.
Untuk itu, ITS bersama Zamrisyaf akan menggandeng Kementerian Riset dan Teknologi untuk melakukan uji coba lebih lanjut. “Target kami, 2012 nanti mulai uji coba lapangan. Jika ada hal yang kurang, segera diperbaiki, dan jika hasilnya bagus, bisa langsung dijalankan,” kata Mukhtasor.
Zamrisyaf pun berharap PLN dan Kemenristek bisa membantu uji coba lanjutan agar ide tersebut bisa segera menghasilkan karya nyata. “Saya lihat di situs YouTube, ilmuwan-ilmuwan di Amerika mulai mengembangkan sistem ini. Mudah-mudahan saja kita tidak kalah cepat. Sebab, teknologi ini sangat bagus untuk melistriki wilayah-wilayah terpencil. Selain ramah lingkungan, bisa menghambat abrasi pantai akibat arus laut,” ujarnya.
Sebenarnya Zamrisyaf sudah mendaftarkan hak paten temuannya itu pada 2002. Namun, karena lamanya proses pembuatan, hak paten itu baru keluar pada 2010 dengan nomor P.00200200854.
Itulah kisah Zamrisyaf, lulusan STM yang kreatif dan sarat prestasi. Selain Kalpataru pada 1983, dia pernah meraih penghargaan Perintis Lingkungan Hidup oleh Menteri Negara Sosial pada 1991, Tanda Kehormatan Satyalencana Pembangunan 2002 oleh Presiden, Dharma Karya Pertambangan dan Energi 2005 oleh Menteri ESDM, 100 Inovator Indonesia 2008 oleh Menteri Riset dan Teknologi. Yang terbaru, dia menjadi ikon program Inspirasi Indonesia di salah satu TV swasta. (c2/kum)

Sumber

Diperlakukan Kejam, TKI Cirebon Gugat Diplomat Saudi di Swiss

Menang di Pengadilan, Majikan Didenda Rp 791 Juta
Karena tak tahan diperlakukan bak binatang, Samiah Dulkarim lari dari rumah majikannya, seorang diplomat Arab Saudi yang bekerja di Konjen Saudi di Jenewa. Samiah lalu menggugat majikannya itu. Dan oleh pengadilan, dia dimenangkan.
  —————————— —
  Laporan: Djoko Susilo, Dubes RI di Bern, Swiss
  ——————
Beberapa hari terakhir ini media massa Swiss memuat berita menghebohkan soal “perbudakan”. Le Matin, sebuah harian yang terbit di Lausanne, memuat berita perlakuan tidak wajar terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Cirebon, Samiah Dulkarim, yang bekerja di rumah seorang diplomat Arab Saudi Nabil Mohammad al Saleh yang bekerja di Konjen Saudi di Jenewa.
Koran berbahasa Prancis di Swiss itu memberikan judul besar, J?ai ete traite comme un Esclave (Saya Diberlakukan seperti Budak) di halaman pertama. Sedangkan koran beroplah besar berbahasa Jerman, 20 Minuten, menurunkan artikel berjudul Saudischer Generalkonsul Zahlte zu Wenig (Konsul Saudi Menggaji Murah).
Pangkal permasalahannya adalah soal rendahnya gaji Samiah. Dia sebulan hanya menerima gaji 290 franks Swiss (CHF) atau setara Rp 2,95 juta. Gaji tersebut dengan 16 jam kerja setiap hari tanpa istirahat dan sebulan penuh tanpa libur. Padahal, di Swiss ada peraturan upah minimum (UMR) 28 CHF per jam (dengan masa kerja maksimal delapan jam perhari). Jadi, semestinya gaji Samiah itu hanya untuk sehari kerja. Tapi, kenyataannya, dia bertahun-tahun digaji secara tidak wajar. Sekalipun bekerja untuk keluarga diplomat, majikan tetap harus memenuhi ketentuan tersebut.
Dalam catatan KBRI, Samiah pernah melapor pada 2007. Dia datang dengan kawalan petugas Saudi dan tampak tertekan. Paspor Samiah yang dikeluarkan KBRI Bern berakhir Desember 2012. Pihak Konsuler KBRI Bern langsung bergerak untuk memberikan perlindungan bagi Samiah, termasuk jika keluarganya akan bertemu dengannya di Jenewa. Samiah sendiri sudah mendapatkan izin tinggal dan kerja secara legal dari pemerintah Swiss.
Berikut penuturan Samiah sebagaimana diceriterakan kepada koran Le Matin:
“Selama saya bekerja, majikan saya dan keluarganya selalu menghina saya. Bahkan, tiga anak mereka suka memukul dan meludahi saya. Tugas kami di sana adalah membersihkan, memasak, mencuci, semua pekerjaan rumah tangga. Namun, banyaknya pekerjaan tersebut jelas terlalu banyak jika hanya dikerjakan oleh dua orang.”
Hidup Samiah dan adik perempuannya, Odotul, selama dua tahun amat berat setelah menjadi TKI di Saudi. Keduanya berangkat dengan menggunakan sebuah agen PJTKI di Pulau Jawa. Si agen itu pun dulu pernah bekerja dengan diplomat yang sama di Konsul Saudi untuk PBB di Jenewa. Saat ditanya bagaimana pengalaman bekerja di konsul tersebut, dia hanya menangis.
Samiah dan adiknya bekerja selama 16 jam per hari, tujuh hari seminggu, dan 365 hari per tahun dengan gaji 290 CHF per bulan. Jumlah yang tidak masuk akal karena ditukar dari mata uang riyal.
Samiah jarang keluar rumah majikannya yang megah di Route de Cologny. Jika keluar, dia selalu dikawal dan diawasi. “Saya diperlakukan sebagai budak.” Demikian ungkapan perempuan berusia 28 tahun itu.
“Selama ini konsul menyita paspor kami,” kata dia.
Yang ironis dari kasus itu, konsul tersebut adalah seorang anggota Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) di PBB.
Dalam persidangan pada Selasa (20/9), Pengadilan Federal menolak permohonan banding pihak tergugat (Nabil). Hakim pun menjatuhkan hukuman denda kepada Nabil untuk membayar kekurangan gaji Samiah senilai 78.000 CHF atau setara Rp 791.408.574.
Samiah lantas membeber kronologi kabur dari rumah majikannya pada Agustus 2007. Saat itu, sekitar pukul 07.00, dia mengajak adiknya, Odotul, diam-diam keluar dari rumah saat sang majikan terlelap tidur.
Saat melewati pagar, petugas mencegat dan bertanya kepada Samiah soal alasannya keluar rumah pagi-pagi. Samiah lantas menjawab, hari itu merupakan hari ulang tahun majikannya dan mereka ingin mencarikan hadiah di Coop, sebuah supermarket terkenal di Swiss. Samiah akhirnya diizinkan keluar rumah.
Setelah jauh dari rumah majikan, Samiah dan adiknya duduk-duduk di pinggiran Danau Lac Leman. Nah, keberadaan mereka menarik perhatian dua polisi Swiss yang berpatroli. Polisi lantas menghampiri Samiah dan Odotul. Dengan bahasa Inggris yang minim, Samiah mengadukan perlakuan majikannya kepada dua polisi tersebut. Polisi langsung mengerti itu karena perlakuan buruk majikan asal Timur Tengah bukan sesuatu yang asing lagi di Swiss.
Sebuah LSM Swiss, Sindikat Sans Frontiere, yang kusus menangani kasus buruh migran menindaklanjuti pengaduan Samiah. LSM tersebut lantas mengadvokasi Samiah dengan mengajukan gugatan di pengadilan.
Saat ini Samiah memegang paspor Indonesia sendiri dan hidupnya seperti di dalam mimpi. Paspor tersebut dibikin pada 2006 dan akan berakhir 2011. KBRI Bern siap memberikan bantuan semaksimal mungkin, baik untuk perpanjangan paspor maupun jika Samiah memutuskan pulang kembali ke Cirebon.
Samiah kini melanjutkan pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga di tempat lain dengan gaji 3465 CHF per bulan dan belajar bahasa Prancis di lembaga kursus bahasa Manor. Pada hari libur, Samiah boleh berjalan-jalan di Swiss. Sedangkan Odotul telah pulang ke tanah air dan menjaga orang tuanya yang sakit-sakitan di Cirebon.
Samiah telah mengantongi izin bekerja di Swiss. Pengacara Samiah juga sangat senang bisa memenangi kasusnya. Melalui pengacaranya, Samiah kini juga mendapat seorang pacar yang kabarnya orang Portugal.
Di dalam interview-nya, kalimat yang diucapkan terakhir oleh Samiah adalah, “Tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang patut diperlakukan seperti saya.” (jpnn)


Sumber

Kebanggaan Dan Kegundahan Orang-Orang Indonesia di Boeing

Utang Budi ke IPTN, Ikut Rancang Pesawat Komersial Tercanggih
Dari 30-an orang Indonesia yang bekerja di Boeing, banyak yang menduduki posisi vital. Berikut laporan SUHENDRO BOROMA, direktur Manado Post (JPNN Group) yang mengunjungi markas pabrik pesawat tertua di dunia itu di Seattle bersama Lion Air.
==========================================
MIMPI buruk itu menghampiri Agung H. Soehedi seiring dengan terjadinya serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Pria kelahiran Temanggung, Jawa Tengah, 8 Mei 1963 tersebut harus kembali kehilangan pekerjaan.

Ya, tragedi yang menewaskan lebih dari tiga ribu jiwa itu membuat banyak orang menghindari transportasi udara. Akibatnya, permintaan pesawat menurun drastis dan itu memaksa Boeing, pabrik pesawat tertua di dunia yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, tempat Agung bekerja selepas dari IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara, kini PT Dirgantara Indonesia, Red), mesti merumahkan banyak karyawan. Agung termasuk salah satunya.

Karena sudah membawa istri dan empat anaknya boyongan ke Seattle, Agung pun mesti memutar otak untuk bertahan hidup. Alumnus Itenas, Bandung, yang keluar dari IPTN sebelum pabrik pesawat terbang satu-satunya di Asia Tenggara itu kolaps akibat krisis moneter, itu pun akhirnya rela bekerja apa saja untuk menafkahi keluarga.

Menjadi tukang cuci mobil, sopir shuttle bus, pengatur dan pembuat taman, tukang memperbaiki rumah, hingga mendirikan perusahan perumahan, semuanya pernah dia jalani. Nah, pada usaha terakhirnya itu Agung menemukan peruntungan. "Usaha saya dan partner maju," katanya.
   
Tapi, tetap saja kesuksesan itu tak mampu menghapus kecintaan Agung kepada dunia aeronautika. Meski dua kali mengalami pengalaman pahit, ketika pada 2006 Boeing menawarinya untuk bekerja lagi seiring pulihnya pasar pesawat, Agung tak butuh waktu panjang untuk mengiyakan. "Partner saya tak mau melepas, tapi saya bersikeras kembali ke Boeing," ujarnya.
   
Pilihan itu terbukti tepat. Di industri pesawat yang didirikan William Boeing itu karir Agung terus menanjak, meski bisnis bersama sang partner tadi tetap dijalankan. Kini alumnus SMAN 3 Bandung tersebut menduduki jabatan structural analysis engineer. Pesawat produksi Boeing yang pernah ditangani sektor stress analysis-nya adalah Boeing 737 dan Boeing 757.

Agung adalah satu di antara sekitar 30 orang Indonesia yang kini berkarir di Boeing. Mayoritas jebolan IPTN alias PT DI. Mereka tersebar di berbagai departemen. Bukan hanya di urusan teknis, tapi ada juga yang bekerja di bagian keuangan.

Dari ke-30 orang itu, tak sedikit pula yang menduduki posisi bergengsi atau berpengaruh karena skill yang mereka miliki. Agung, misalnya, ketika hendak dipindah ke pembuatan Boeing 777, dengan tegas menolak.

"Saya bilang mau keluar kalau dipaksa pindah," kisahnya. "Bos saya bilang, sama sekali tak terpikirkan Anda keluar dari Boeing," lanjutnya.

Itu menunjukkan kapasitas dan kualitas Agung yang sangat dihargai di Boeing. Sama halnya dengan Tonny Soeharto. Lulusan ITB 1982 itu menduduki posisi lead engineer-MB production support engineering Boeing 777. Pada pembuatan pesawat berbadan lebar untuk penerbangan lintas benua yang sangat diminati pasar itu, Tonny dipercaya menjadi pimpinan di salah satu bagian yang vital.

"Tak terbayangkan kita orang Indonesia membawahkan orang-orang Amerika di Boeing. Alhamdulillah, itu bisa kami capai di sini," kata Tonny dengan mata berkaca-kaca.

"Mereka respek dan menghargai kemampuan kita, orang Indonesia. Saya juga dengan bangga bilang sebagai alumnus IPTN," lanjut pria yang mempersunting gadis asal Bangkalan, Madura, itu.

Agung dan Tonny memang sama-sama mengakui bahwa apa yang mereka capai saat ini tak lepas dari latar belakang pengalaman mereka di IPTN. Bekerja di perusahaan yang identik dengan mantan Presiden B.J. Habibie itu sangat berjasa dalam pembentukan kualitas dan kapabilitas. Dengan kata lain, IPTN telah menempa mereka hingga memiliki kualitas dunia untuk bidang teknologi pembuatan pesawat.

"Di sini (Boeing), menyebut IPTN tidak meragukan. Memudahkan untuk diterima," kata Agung dan Tonny yang ditemui di tempat terpisah di Seattle.

Yang bukan alumnus IPTN pun tak kalah membanggakan prestasinya. Misalnya, Bramantya Djermani. Dia kini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang terlibat dalam pembuatan pesawat Boeing tercanggih, Boeing 787 Dreamliner.

Dreamliner menggunakan bahan dasar komposit. Pesawat ini paling ringan di antara semua jenis pesawat komersial yang pernah ada dan paling hemat bahan bakar.

Meski belum dilepas ke pasaran, pesanan kepada Boeing sudah menumpuk, mencapai 800-an. "Untuk saat ini masih dalam tahap persiapan," kata Bram yang langsung bekerja di Boeing begitu lulus dari University of Foledo, Ohio.

Di pembuatan pesawat berjuluk Boeing Next Generation itu, Bram memegang jabatan industrial engineer. "Saya berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Untuk karir saya dan mudah-mudahan menyumbang bagi nama baik Indonesia," katanya.

Atas kemampuan masing-masing, orang-orang Indonesia di Boeing rata-rata sudah hidup mapan di negeri Paman Sam. Gaji pokok mereka berkisar USD 200.000 per bulan (sekitar Rp 1,86 miliar). Itu belum termasuk tunjangan dan penghasilan tambahan lain-lain.

Agung, contohnya, punya dua rumah yang megah. "Rumah saya seperti jadi tempat berkumpul mahasiswa asal Indonesia dan tempat penitipan barang-barang mereka," katanya saat menjamu penulis di salah satu rumahnya di kawasan Way, Kent, Washington.

Tonny juga sudah berhasil menuntaskan kuliah anak tertuanya di University of Washington (UW), Seattle. Si sulung yang beristrikan perempuan Vietnam itu kini mengikuti jejak ayahnya sebagai engineer.

Anak kedua memilih jurusan arsitek di perguruan tinggi yang sama. "Alhamdulillah, kami juga terus berusaha membantu siapa saja anak Indonesia yang kuliah di sini (Seattle dan sekitarnya)," ujar Tonny.

Di luar Agung, Tonny, dan Bram, masih ada Kholid Hanafi yang berada di bagian pembuatan Boeing 737 dan Maurita Sutedja yang berkarir di departemen keuangan. Sulaeman Kamil, mantan direktur teknologi IPTN dan pernah menjadi asisten Menristek-kepala BPPT, juga bekerja di Boeing.

"Intinya, kami semua bangga," kata Bram. "Kami membuktikan bahwa orang Indonesia tidak kalah dengan warga Amerika atau bangsa-bangsa lain di dunia," lanjutnya.
   
Namun, di balik kebanggaan itu juga tersembul kegundahan. "Sedih karena semua kemampuan iptek yang kami miliki tak bisa dikembangkan atau dipakai di tanah air," kata Tonny.

"Potensi dan kemampuan anak-anak Indonesia tak kalah. Sayang ndak bisa diaplikasikan di tanah air. Tidak ada ruang dan wadah yang cocok bagi penerapan dan pengembangan teknologi dirgantara di Indonesia," tambah Bram.

Bahkan, kalau saja IPTN tak kolaps akibat krisis moneter yang bermula dari mismanajemen dan konsistensi mengembangkan produksi mereka seperti CN315, N250, dan N2130, Agung yakin perusahaan pelat merah itu akan menguasai pasar yang kini dikangkangi ATR. ATR adalah anak perusahaan saingan Boeing, Airbus, yang bermarkas di Toulouse, Prancis.

"Saya prihatin dan sedih," ujar Agung. Suaranya melemah dan matanya sayu. "Kita seharusnya kini raja di pasar seperti yang dikuasai ATR sekarang."
   
Apalagi, B.J. Habibie dulu menerapkan teknologi pesawat masa depan yang saat itu belum dimiliki pabrik pesawat lain: fly-by-wire. Boeing sendiri menggunakan teknologi ini untuk pembuatan B777 pada 1994.

Teknologi itu pula yang kini "dicuri" Boeing dan Airbus dalam merancang pesawat-pesawat masa depan. Sesuatu yang lebih dulu diterapkan IPTN pada N2130. "Sedih dan prihatin. Itu tinggal kenangan," kata Agung, Tonny, dan Bram. (*/jpnn/c2/ttg)


Bermula Dari Amazon, 2011 Saja Raup Rp121 Juta

Habibie Afsyah, dari Kursi Roda Jadi Suhu Bisnis Internet Marketing
Hampir seluruh bagian tubuh Habibie Afsyah lumpuh. Tapi, dengan perjuangan keras, dia tumbuh menjadi jawara bisnis internet. Kini dia juga menjadi motivator di Lapas Anak Tangerang.

AHMAD BAIDHOWI, Jakarta


RUANGAN bercat putih itu tak terlalu luas, sekitar 3 x 4 meter. Ada sebuah tempat tidur (springbed) ukuran 1 x 2 meter. Ada pula sebuah meja yang cukup besar. Di atasnya terdapat TV layar datar 29 inci, layar monitor 17 inci, CPU komputer, dan sebuah keyboard. Di pojok ruangan, tergeletak sebuah tabung oksigen untuk alat bantu pernapasan.
Di tembok ruangan, tergantung beberapa foto sang pemilik ruangan, Habibie Afsyah, bersama keluarga serta teman-teman. Salah satu foto besar yang cukup mencolok adalah foto Habibie yang duduk di kursi roda bersama BJ Habibie di depan Istana Merdeka saat perayaan Hari Anak Nasional. Saat foto itu diambil pada 1998, BJ Habibie menjabat presiden negeri ini. Di foto itu tertulis: Habibie Sang Pemimpin, Habibie Sang Pendamping.
Di ruangan itulah Habibie Afsyah biasa menghabiskan waktunya berjam-jam di depan komputer. “Ini ruang kerja saya Mas, sekaligus ruang santai kalau ada teman-teman yang berkunjung,” ujar pemuda kelahiran Jakarta, 6 Januari 1988, tersebut.
Di atas kursi rodanya, Habibie terlihat nyaman dengan dua bantal  yang menyangga punggung dan kepalanya, Ditambah embusan angin sejuk dari AC.
Jari telunjuk tangan kanannya lincah menari di atas keyboard komputer, mengantarnya berselancar ke berbagai website otomotif yang menjadi kegemarannya. Sesekali, dia membuka e-mail dan situs jejaring sosial Facebook untuk menyapa sahabat-sahabatnya.
Saat ditemui Jawa Pos (Grup Sumut Pos) pada Sabtu dua pekan lalu (27/8) di rumah orang tuanya di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan, Habibie ditemani ibunya, Endang Setyati. “Ma, tolong naikin sedikit bantalnya… Ma, tolong tangan kanan Habibie majuin sedikit… Ma, tolong kepala miringin sedikit… Ma, tolong keyboard-nya geser sedikit…” Kalimat-kalimat itu sering diucapkan Habibie.
Kadang, suaranya tercekat karena radang paru-paru, sehingga terdengar lirih. Endang pun dengan cekatan dan sabar terus mendampingi serta membantu putranya. Sesekali, tangannya membelai rambut ikal Habibie.
Habibie Afsyah adalah bungsu delapan bersaudara dari pasangan Endang Setyati (59) dan Nasori Sugiyanto (72). Sejak usianya belum genap setahun, penyakit langka Muscular dystrophy tipe Becker menggerogotinya, merusak saraf motorik di otak kecilnya, membuat massa tubuhnya tidak bisa tumbuh sempurna, dan sebagian besar anggota badannya tidak bisa digerakkan.
Bahkan, sejak tiga tahun terakhir, tangan yang sebelumnya masih bisa digerakkan kini juga lumpuh. Praktis, hanya pergelangan tangan kanan dan jari telunjuk kanannya yang bisa digerakkan.
Namun, keterbatasan fisik itu tak membuat dirinya putus asa. Berbekal otaknya yang cemerlang, Habibie menjadi seorang pembelajar yang cepat. Bebagai ilmu di bidang teknologi komputer dan internet berhasil dikuasai.
Kini, pada usia yang baru 23 tahun, Habibie menjadi salah satu sosok populer di dunia bisnis internet marketing. Di kalangan mereka, Habibie sering dipanggil dengan sebutan suhu, guru, master, atau mastah. Apa itu mastah? “Oh, itu bahasa gaul dari master,” katanya lantas tertawa.
Sejak terjun dalam dunia bisnis internet marketing pada 2007, Habibie termasuk salah satu di antara sedikit orang asal Indonesia yang berhasil meraup penghasilan hingga ratusan juta rupiah dari bisnis tersebut.
Habibie memulai bisnis internet marketing dengan menjadi mitra atau affiliate dari Amazon.com, sebuah toko online terbesar di dunia yang didirikan pada Mei 1994 di Manhattan oleh Jeff Bezos. Sebagai affiliate, Habibie menjual produk Amazon melalui internet dan mendapat komisi. Awal 2007, Habibie berhasil meraih penjualan pertamanya, yakni satu unit PlayStation (PS) 3. “Saat itu, komisinya 24 dolar (USD 24). Tapi, saya sangat senang,” ujarnya dengan wajah penuh semangat.
Pelan tapi pasti, dia mulai lancar menjual produk-produk Amazon. Akhirnya, pada suatu siang yang cerah pada Juli 2007, datanglah pak pos yang mengantarkan amplop berisi selembar cek senilai USD 120,69. Cek itu dikirim oleh Amazon Services LLC, PO Box 6486, Incline Village, NV 89450. Biasanya, Amazon memang mengirimkan komisi bagi para affiliate-nya setelah terkumpul minimal USD 100.
Habibie pun makin bersemangat memasarkan produk-produk Amazon. Cek pertama itu kemudian disusul dengan cek kedua pada Oktober 2007 senilai USD 287, lalu cek ketiga pada November senilai USD 369.
Puncaknya, Februari 2008, Habibie menerima cek USD 2.169. Itu adalah komisi penjualannya selama Desember 2007. Tampaknya, momen Natal dan Tahun Baru membuat orang lebih royal berbelanja. “Wah, saya juga kaget, bisa sampai ribuan dolar,” ungkapnya.
Target pun dicanangkan. Hingga Desember 2008, Habibie mengejar komisi USD 10.000 per bulan. Namun, malang tak bisa ditolak. Gejolak turbulensi perekonomian global pada pertengahan 2008 membuat daya beli penduduk Amerika Serikat (AS) yang selama ini sering digaet Habibie ikut terpuruk.
Akibatnya, omzet pun melorot. Untuk mengisi waktu, Habibie mulai menggarap pasar dalam negeri dengan mengembangkan situs www.rumah101.com yang mempertemukan penjual dan pembeli properti. Habibie juga membuat situs www.ponsel-quran.com untuk menjual produk ponsel dengan fitur Al Quran di dalamnya.
Tak hanya itu, atas bimbingan mentornya di bisnis internet marketing, Suwandi Chow, Habibie berhasil membuat electronic book (e-book) berjudul Sukses dari Amazon. E-book itu laris manis. Dalam setahun, dia berhasil meraup uang hingga hampir Rp100 juta.
Pada 2010 dan 2011, ketika perekonomian global mulai membaik, omzet penjualan Habibie melalui Amazon kembali meningkat. Total sejak 1 April 2007 hingga 31 Juli 2011, Habibie berhasil menjual 4.106 item produk melalui Amazon senilai total USD 288.078. Dengan penjualan tersebut, dia berhasil meraup total komisi USD 14.714 atau sekitar Rp132 juta dengan kurs Rp9.000 per USD. Cek-cek itu dicairkan melalui BRI Valas.
Namun, pencapaian tersebut belum membuat Habibie berpuas diri. Sejak awal 2011 ini, dia mulai menekuni bisnis internet marketing baru. Yakni, AdSense.com. AdSense adalah perusahaan yang terafiliasi dengan Google.com.
Melalui AdSense, seseorang bisa menampilkan iklan dari Google di website atau blognya. Selanjutnya, jika ada yang mengunjungi website atau blog, kemudian mengeklik iklan tersebut, si pemilik website akan mendapat komisi dari Google. “Ibaratnya, kalau di Amazon itu bisnis uang kecil, di AdSense ini bisnis uang besar,” ungkap Habibie.
Untuk AdSense, dia memiliki tiga website seputar otomotif, khususnya yang membahas prototipe produk-produk otomotif yang akan dikeluarkan pabrikan dalam dua atau tiga tahun mendatang. Agar website-nya banyak dikunjungi, Habibie menguasai teknik search engine optimization (SEO). Dengan demikian, begitu seseorang mengetikkan kata kunci, misalnya “Toyota Camry 2013” di Google, website milik Habibie akan terpampang di halaman awal laman Google.
Namun, dia meminta nama tiga website-nya tersebut tidak dipublikasikan. “Untuk jaga-jaga, Mas. Sebab, kadang ada yang usil merusak website kita,” ucapnya.
Dia pun bercerita, dulu akun Facebook maupun e-mail-nya pernah di-hack seseorang. Dia pun harus meminta bantuan teman untuk menutup akun-akun tersebut.
Lalu, berapa besar pendapatan yang diperoleh Habibie dari AdSense? Maret lalu, dia berhasil mendapat komisi USD 724, lalu pada April naik menjadi USD 517, Mei naik lagi USD 1.844, dan Juni USD 3.945. Pada Juli, pendapatan melonjak hingga USD 9.000. Sayangnya, karena ada kesalahan teknis, akun AdSense Habibie diblokir Google, sehingga pendapatan untuk Juli hilang.
Dia pun terpaksa meminjam akun milik salah seorang temannya. Dengan demikian, Agustus lalu, dia masih bisa meraup komisi sekitar USD 6.500. Total sepanjang 2011 ini dia berhasil membukukan komisi USD 13.530 atau sekitar Rp121 juta. “Target saya, dalam beberapa bulan ke depan, bisa mendapat Rp100 juta per bulan,” tegasnya.
Namun, hasil ratusan juta tersebut tidak didapat semudah membalik telapak tangan. Endang Setyati, ibunya, mengungkapkan, seusai lulus dari SMA Yayasan Sunda Kelapa pada 2006, dirinya sempat bingung mencari tempat yang tepat bagi Habibie untuk melanjutkan belajar.
“Kebetulan, dulu dia suka main game PS dan internet. Jadi, terpikirlah ide untuk mendidiknya belajar bisnis internet. Lagi pula, bisnis internet tidak membutuhkan banyak aktivitas fisik, sehingga bisa dilakukan Habibie,” ceritanya.
Karena itu, Habibie pun diikutkan dalam berbagai seminar bisnis internet marketing yang diadakan para pakar, mulai Suwandi Chow hingga Fabian Lim yang asal Singapura. Dana belasan juta pun digelontorkan untuk bisa menyerap ilmu dari para master tersebut.Selain sukses secara finansial, Habibie berjiwa sosial tinggi. Melalui Yayasan Habibie Afsyah, dia beserta ibunya getol mengampanyekan forum Be Your Self. Melalui forum tersebut, mereka mengajak anak-anak berkebutuhan khusus untuk menggali potensi dan mengembangkan diri agar mandiri.
Tak hanya itu, Habibie juga menjadi inspirasi banyak orang ketika tampil dalam beberapa acara televisi. Misalnya, Kick Andy. Dia juga sering membagikan ilmunya melalui berbagai seminar tentang bisnis internet marketing maupun seminar motivasi. Bahkan, dia menjadi salah seorang motivator di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Tangerang. (c5/ttg/jpnn)