Rumah Seribu Cermin

Cerita Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Di sebuah desa kecil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama “Rumah
Seribu Cermin.” Suatu hari seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa
itu dan melintasi “Rumah Seribu Cermin”. Ia tertarik pada rumah itu dan
memutuskan untuk masuk melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.
Sambil melompat-lompat ceria ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu
depan. Telinga terangkat tinggi-tinggi, ekornya bergerak-gerak secepat
mungkin.Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah, ia melihat ada
seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak
cepat. Ia tersenyum lebar, dan seribu wajah anjing kecil itu juga membalas
dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat. Ketika ia meninggalkan rumah
itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu
saat saya akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun,
anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya.
Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan
masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu
wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak
keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia
merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri,
“Tempat ini sungguh menakutkan, saya takkan pernah mau kembali ke sini
lagi.”
sumber: Cetivasi

Ketika Kami Tidak Cocok Lagi

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa kenalan dan bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu.


Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak
kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya
tentang cinta.


Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya. Saya menginginkan perceraian.


“Mengapa?” dia bertanya dengan terkejut.


“Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini,” jawab saya.


Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak putus-putusnya. Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang saya bisa harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu?”


Seseorang berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit, dan itu benar. Saya pikir, saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan menjawab dengan pelan, “Saya punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawabannya yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan mengubah pikiran.
Seandainya, katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung, dan kita berdua tahu, jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?”


Dia berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”


Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas dengan coret-coretan tangannya, di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat, yang bertuliskan:


“Sayang, Saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tetapi izinkan saya untuk menjelaskan alasannya.”


Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat melanjutkan membacanya kembali…


“Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor. Lalu saya harus memberikan jari-jari saya untuk memperbaiki programnya.


“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah, membukakan pintu untukmu.


“Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi: saya harus memberikan mata untuk mengarahkanmu.


“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘tamu’ kamu datang setiap bulannya: saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.


“Kamu senang diam di dalam rumah, dan saya kuatir kamu akan jadi ‘aneh’. Lalu saya harus memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan kebosananmu.


“Kamu selalu menatap komputer dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya sehingga ketika nanti kita tua, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu….


“Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati….”


Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya membaca kembali…


“Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana dengan susu segar dan roti kesukaanmu….”


Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya cintai. Dia begitu penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti. Saya tidak kuat lagi dan langsung memeluknya dan rebah di bahunya yang bidang sambil menangis…. (SM)


sumber: Motivasi Net

Sebuah Ciuman Selamat Tinggal

Rapat Direksi baru saja berakhir. Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol
meja sehingga kopi tertumpah keatas catatan-catatannya.
“Waduhhh,memalukan sekali aku ini, diusia tua kok tambah ngaco..”
Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar kemudian, kami semua mulai
menceritakan Saat-saat yang paling menyakitkan dimasa lalu dulu.
Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan kisah
lain-lainnya.
“Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling tak
enak bagimu dulu.” Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.
“Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada
lautan. Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata
pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut
sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma
cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan
saudara-saudara lainnya yang masih di rumah.”
Ia menatap kami dan berkata, “Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu ayahku.
Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi
mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak
lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas
dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering
ia tarik turun menutupi alisnya. Tak perduli berapapun ibuku mencucinya,
tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan.”
Suara Frank mulai merendah sedikit.
“Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua
yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya
daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan.
Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah bawa truk
menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga
bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak
dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan
selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri
mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan
memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang
baik. Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur
dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat tinggal!”
Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, “Aku ingat hari ketika kuputuskan aku
sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal. Waktu kami
sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar.
Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, ‘Jangan, ayah.’ Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran.
Aku bilang, ‘Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal.
Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan.’
Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah.
Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya,
pandangannya menerawang menembus kaca depan. ‘Kau benar,’ katanya.
‘Kau sudah jadi pemuda besar……seorang pria. Aku tak akan menciumimu
lagi.’”
Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua matanya,
ketika ia melanjutkan kisahnya. “Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut
dan tidak pernah kembali lagi. Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian
besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah tidak.Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.
Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan
separuhnya lagi masih ada dilaut.Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba
menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya.”
Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.
Frank menyambung lagi, “Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa yang akan
kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada
pipiku….untuk merasakan wajah tuanya yang kasar……untuk mencium bau air
laut dan samudra padanya…..untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul
leherku. Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu. Kalau aku
seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku
bahwa aku terlalu tua ‘tuk sebuah ciuman selamat tinggal.”
Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kasih
kita…..
oleh : Thomas Charles Clary

Sumber

Surat Cinta yang Terbakar

Oleh JEMIE SIMATUPANG
Cerita Cerita Inspiratif dan Motivasi
YANG MANA HIDUP ini sebenarnya sederhana saja. Simpel. Yang mana seperti ditulis Pramoedya A. Toer satu kali dalam bukunya—yang saya pinjam dari seorang mahasiswa yang mana kalau nanti ada kesempatan saya sebutkan namanya—bahwa manusialah yang akhirnya membuatnya menjadi kompleks. Ribet. Dan akhirnya manusia kesusahan menjalani hidupnya—bahkan yang mana dia telah bertumpuk harta benda juga kekuasaan.

“Bahkan hidup itu lebih susah dari sekedar selembar surat cinta,” kata saya, “Surat cinta yang akan saya ceritakan nanti.”
Kalau saya ya tidak. Yang mana saya seorang tukang becak, maka saya jalani saja hidup sebagai tukang becak. Tak ada yang saya risaukan. Yang mana ada banyak penumpang, saya dan isteri, yang mana nanti saya sebutkan namanya, makan lebih enak dibanding kalau tak ada yang menumpang becak saya. Bahkan, kalau tak ada, kami sudah biasa berpuasa.
“Hidup itu hanya numpang ngombe atau kalau tidak suka hanya numpang naik becak yang mana kalau tak suka juga: ya sekedar numpang ketawa,” gitulah falsafah hidup saya.
Oya, sebelum saya menulis lebih berpanjang lebar, perlu juga saya informasikan di sini nama saya Kasmin. Orang lebih mengenal saya sebagai Bang Kasmin Becak. Benar, saya, Kasmin memang tukang becak. Tukang becak sejak lajangnya, sejak lagi masih berpacaran dengan isteri saya sekarang.
Ingat isteri, ingat lagi dengan surat cinta yang mana tadi saya janjikan akan diceritakan. Karena belum pernah mengirimkan surat cinta kepadanya, yang mana karena memang saya tak bisa menulis sebelumnya—saya diajarkan membaca, menulis, dan berhitung yang mana orang suka singkat menjadi “calistung” oleh mahasiswa yang meminjamkan saya buku Pram tadi, yang mana ia bernama: Sania, yang mana saya sangat berterimakasih kepadanya. Sekarang saya ingin sekali menuliskan surat saya kepada isteri saya yang tercinta itu, yang walaupun kami sudah sama-sama menjelang lima puluh, tapi tak luntur cinta saya kepadanya, malah bertambah-tambah seperti bertambahnya uban yang bertabur di kepala kami masing-masing.
Butet, isteri saya yang tercinta, inilah surat cinta saya yang pertama.
Yang mana teruntuk
Kekasihku, pujaan hatiku,
Butet
Di gubuk cinta kita,
Salam kasih-sayang selalu,
Butet,
Yang mana ini adalah surat cinta pertama saya untuk kau. Semoga tak kecil hatimu, walaupun sudah lebih dari 30 tahun kita jalani rumah tangga baru sekaranglah abang bisa tulis surat kepadamu.
Saya teringat waktu pertama kali kita berjumpa. Saya lupa tanggal bahkan harinya. Waktu itu kau suka menumpang di atas becak saya manakala pulang dari kerja. Kau dulu kerja di pabrik biskuit yang dekat amplas itu kan?
Ya, pasti saya tak salah ingat.
Yang mana waktu itu saya suka tolak ongkos yang butet berikan. Hm, bukan karena tak butuh uang, karena yang mana saya menaruh hati padamu. Tapi yang mana saya tak berani katakan kepadamu, entah apa namanya, tapi tiap kali saya mau ngomong yang serius, soal mengutarakan isi hati saya, yang mana dada saya jadi berdebar kencang, lidah saya kelu, dan saya tak bisa bilang apa-apa, selain: “sampai jumpa besok, tet!” lalu saya berbalik ke tempat saya mangkal meninggalkanmu di depan rumahmu.
Butet,
Yang mana akhirnya kita menikah juga. Saya tak sempat bilang cinta waktu itu, yang mana mungkin karena kita sama-sama tahu saja. Akhirnya saya putuskan untuk kirim utusan ke rumahmu untuk lamarkan dirimu pada orang tuamu. Tak terlalu ribet. “Kalau udah saling cinta, mau apa lagi,” kata orang tuamu waktu itu sebagai diceritakan utusan yang saya kirim kepada saya.
Kita menikah. Dan sekarang sudah lebih dari 30 tahun. Hm, tak apa kita tak punya anak, dan saya tak cari gara-gara juga untuk menikah dengan orang lain. Tak lain karena memang saya sangat-sangat cinta kepada Butet. Terlebih karena kesetiaanmu menjalani hidup dengan saya yang tukang becak dan sampai sekarang belum bisa memberikan rumah yang nyaman kepadamu, selain gubuk yang kita buat bersama di pinggir Sungai Deli ini—sungai yang dulu bisa dilayari oleh kapal sekarang tak lebih dari parit busuk yang penuh sampah saja.
Dan sama kita, sungai itu adalah rejeki juga, yang mana kita bisa mandi karenanya, menyuci pakaian, dan tentu juga buang hajat. Dan tentu saja kalau malam, kita bisa menghabiskan waktu bersama-sama di dalam rumah sambil mendengarkan gemericik airnya.
Saya juga suka merasa bersalah, yang mana saya tak bisa memberikan kebahagian padamu, hidup kita kok ya begini-begini saja dari dulu, bahkan tambah parah ketika kau terpaksa keluar dari pabrik karena alasan krisis pada 1998 yang lalu—tanpa wang pesangon.
Yah, karenanya kau terpaksa kau ambil upahan nyuci pada tetangga-tetangga kita.
Butet,
Saya tak bisa bilang apa-apa, ketika kau pergi pagi-pagi ke pajak (pasar), sebelum lagi saya bangun, dan pulang-pulang membawa kepala ikan tongkol. Ketika saya mau berangkat membecak, nasi hangat + gulai kepala tongkol sudah ada. Ketika satu kali saya bilang, “Enak ini Tet, tiap hari awak kena tongkol!” kau bilang sambil tersenyum-senyum, “Syukurlah, Bang! Tongkol itulah yang gratis di pajak, tapi harus subuh-subuh mengambilnya, sebelum dibuang mereka untuk mengumpani babi,”
Saya hampir tersedak. Bukan karena tak selera. Tapi karena sampai segitulah pengorbananmu pada rumah tangga kita.
Tet,
Saya tak bisa berlama-lama, berpanjang-panjang dengan surat cinta saya yang pertama ini, walaupun mestinya masih banyak cerita yang bisa saya ceritakan—pengalaman kita bersama selama ini. Ada penumpang yang minta diantarkan ke pajak. Langganan saya.
Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.
Mesjid Raya Medan, 18 Juli 2011
Suamimu,
Bang Kasmin
Yang mana begitulah surat cinta saya yang pertama untuk isteri saya, yang mana telah saya kirimkan dengan meletakkannya dekat dapur di atas meja tempat meletakan bumbu-bumbu dapur—dekat tungku tempat ia menanak nasi. Yang mana setelah itu saya pun berangkat kerja, sebelum Butet pulang dari pajak, yang mana hari itu memang saya harus pergi cepat, karena ada langganan yang minta diantarkan ke pajak sambas, pagi-pagi benar.
Ketika menjelang maghrib yang mendung, saya pulang ke gubuk kami. Saya lihat isteri saya menyambut dengan senyum terindahnya. Saya menduga pastilah dia telah membaca surat cinta saya itu. Apalagi ketika masuk saya langsung disuguhin secangkir kopi.
“Minumlah, Bang! Biar hangat badanmu,” katanya.
“Makasih, Tet! Baik kali isteri awak ini,” kata saya.
“Alah abang ini!” katanya.
Butet lalu pergi ke dapur, menyiapkan segala sesuatu untuk makan malam kami. Saya menyusul, pura-pura membantu, membuka bungkus Indomie rasa kari ayam, dan mematah empat isinya, padahal niat saya mau bertanya, bagaimana tanggapannya terhadap surat cinta saya—dan apakah sudah ada balasannya.
“Tet, sudah kau baca surat cinta awak?”
“Surat cinta!?”
“Ya. Surat. Surat cinta awak untuk butet!”
“Kemasukan apanya kau, bang!” kata butet tak percaya, karena memang ngapain pulak saya harus mengirimkan surat cinta lagi, tokh mereka sudah menikah sejak—sebagai cerita-cerita dongeng—dulu kala.
“Sadar awak, Tet! Tadi suratnya saya letakkan di sini,” kata saya menunjukkan meja di sebelah tungku.
“Bah, itu surat cinta yang abang bilang?”
“Iya itulah! Cemana menurutmu?”
“Sudah awak bakar bang, bukan tak suka, tapi karena awak tak tahu itu surat cinta abang, saya bikin pemancing api untuk menjerang air tadi pagi,” kata isteri saya, sekarang dengan wajah agak cemas.
“Owalah, Tet!”
Saya tak marah. Tapi malah berpikir menyalahkan diri sendiri, yang mana kok saya surprise-suprisan. Surat itu sekarang sudah jadi abu. Yang mana isteri saya telah menyulutnya bersama kayu api. Yang mana juga karena ia sudah tak lagi pakai kompor minyak tanah, karena barang yang saya sebut terakhir sudah mahal harganya. Yang mana juga kami tak dapat kompor gas konversi dari kelurahan, yang mana kami tak terdaftar. Jadilah Butet tiap hari mengumpulkan kayu yang hanyut di Sungai Deli, menjemurnya, dan menggunakannya sebagai kayu bakar. Dan sebagai pemancing api, Butet memang biasa menggunakan kertas, dan pagi tadi, surat cinta saya itu lah yang dekat dari jangkauannya sebagai pengumpan api untuk menjerang air.
“Maaf ya, bang!” kata Butet sambil memasukan indomie ke kuali.
“Tak apa, Tet!”
Malam itu kami makan Indomie pake telor. Sedap. Apalagi setelah sebulan makan kepala tongkol melulu. Saya sampai tambuh nasi tiga kali. Kekenyangan. Setelah menghabiskan sebatang gudang garam merah sambil bercerita-cerita, kami pun siap-siap tidur di atas tikar di dalam kelambu.
“Tak marah abang kan soal surat tadi?” kata isteri saya sambil memeluk dari belakang.
“Tidaklah,” kata saya membalikkan badan dan kini membalas memeluknya. Yang mana juga mencium keningnya.
Kami kembali seperti muda lagi. Hujan rintik dari langit Medan. Air Sungai Deli semakin jelas terdengar—mengalir sampai ke Belawan. Dalam pelukannya, saya sadar kembali: Isteri saya memang tak butuh hidup yang rumit, cinta yang rumit, bahkan tak butuh surat cinta!
Hujan semakin deras di luar. Semoga Deli tak banjir. Biar keringat kami saja yang banjir malam itu. [*]

JEMIE SIMATUPANG
kompasianer asal Medan.



Sumber

Bahagiaku,Bahagiamu IBU..!!

Cerita Cerita Inspiratif Dan Motivasi
23 Juni 2011 lalu aku pulang dari kota Palu Sulawesi tengah ke kota asal ku Surabaya untuk menghadiri pesta pernikahan kakak ku….!!! Setibanya dirumah, aku disambut dengan binar bahagia dimata IBU,Bapak, Kakak,Adik dan Nenekku….ku cium tangan dan pipi mereka semuanya…sebagai bakti ku kepada mereka. Nenek meneteskan air mata saat memelukku..maklum sudah lama saya tidak bertemu..kurang lebih 8 bulan.wajarlah kalau mereka merindukanku.
Kebahagiaanlah yang kami rasakan sekeluarga pada malam itu.Aku bersyukur mempunyai keluarga yang harmonis.”Terima Kasih Ya Allah” Ucap syukurku. Sampai larut malam aku,kakakku,dan teman-temanku bercanda tawa. Tapi aku melihat IBU masih sibuk Menyiapkan segala keperluan untuk acara besok.
Seorang IBU pasti menginginkan acara pernikahan anaknya Berjalan Sempurna dan lancar,tanpa di rasa letih yg menghampirinya. ku hapiri dan memintanya untuk tidur..Tapi IBU menjawab “sebentar lagi tinggal sedikit lagi “. Aku pun pergi kekamar lalu tidur,tak tahu IBU sampai jam berapa mengerjakan semuanya itu.

Keesokan harinya pun kami sekeluarga pergi ke acara yang dinanti -nanti oleh kakakku & keluarga..Acara pernikahan Kakakku..
Prosesi akad nikah dan resepsi pernikahan pun berjalan lancar tanpa ada halangan yang berarti, Alhamdulillah…!!!

Aku melihat rona kebahagiaan dimata IBU,tersenyum manis saat melihat anaknya bersanding dipelaminan, Aku merasa inilah saat kebahagiaan IBU .Aku belum pernah melihat IBU sebahagia ini. Seusai acara, kami pun segera pulang!

Beberapa hari ku dirumah ,sengaja ku habiskan waktu bersama keluarga,maklum jarang pulang jadi rasa rindu itu masih teramat besar...rindu akan semuanya, canda tawa, masakan IBU, dan kebersamaan yg telah lama tak kurasakan..BAHAGIA rasanya..!!!

Disela pembicaraan, orangtuaku menanyakan kapan aku akan menikah,Aku katakan “ Inssa Allah tahun depan,karena pernikahanku nanti cukup membutuhkan banyak biaya”,kenapa..?? karena keluarga ku di Surabaya dan calon istriku di Sumatra jadi membutuhkan biaya yg extra. Apalagi biaya pernikahan disana tidaklah sedikit, ditambah lagi biaya transport keluargaku nanti kesana. Kami tidak membahas lebih banyak lagi. Hanya doa yang IBU dan sekeluarga berikan untuk ku semoga semuanya lancar. ”Amin amin ” jawabku

Siang itu minggu 26 Juni 2011 aku akan kembali ke kota Palu,karena senin aku harus masuk kerja, saat ku berpamitan..ada rasa haru menyelinap ke hati,aku akan berpisah lagi dengan mereka sedih rasanya,berat hati ini..tapi harus! Waktu aku pamitan sama IBU..Ibu Bertanya padaku…
“Kamu Jadi nikah tahun depan?” Tanya Ibuku
“Iya Bu…!!” Jawabku
“Ya sudahlah biarlah IBU dan Bpk tetap disini tidak ikut ke acara nikahmu nanti,biaya kesana kan mahal..,biarlah Ibu disini saja. IBU tak sanggup menanggung biaya kesana..IBU tak punya cukup uang nak…!!”
ada tetesan air mata ku lihat di pipinya..,dan itu membuat hatiku sakit.
Tak kusangka IBU ku berkata seperti itu,beliau rela mengorbankan kebahagiaannya (melihat anaknya bersanding dipelaminan)hanya untuk meringankan bebanku
“gak bu, ngak………!!!! IBU harus ikut kesana nanti…! Aku ingin bukan hanya aku yang bahagia nanti, Tapi IBU , Bpk, dan seluruh keluarga pun harus bahagia kita akan merasakan kebahagiaan Itu bersama sama! IBU tak usah memikirkan itu semuanya…Biar aku yg cari uangnya nanti..Pokoknya IBU dan Bpk harus ikut kesana nanti. IBU tak usah memikirkannya..IBU cukup doakan anakmu ini…Setiap sholat do’akan biar aku dilimpahkan rezeki oleh ALLAH…”
“Iya nak Iya….IBU selalu Mendoakanmu….”jwbnya
“IBU jangan sedih Lagi yach….!!” Pintaku…” tersenyumlah..Biar aku bisa melewati semua ini dan memberikan kebahagiaan buat IBU…!!”
“Amin amin..” Sahut IBU…
“Ya sudah aku pamit Bu..” ucapku..
“Iya nak ..hati hati disana,Jaga Kesehatannya….Kasih kabar Ibu kalau ada apa apa..” nasehatnya..
Ku cium tangannya dan ku ucapkan salam...beliau pun menjawab salamku.
“Aku harus bisa mewujudkan kebahagiaan IBU” dalam hati

Dari kisahku ini, aku mengerti bahwa :
• Kita harus senantiasa mengingat IBU kita dan mengenang semua jasa jasanya!
• Seorang IBU rela mengorbankan apapun untuk anaknya, sedangkan kita sebagai anak..apakah kita bisa mengorbankan Kebahagiaan kita Untuk IBU Kita? Tanyakan dlm hati Anda..??
• Do’a dan kasih sayang IBU sepanjang masa..Hormati Ibumu sebelum sesal itu datang.

By
IMAM PRIESTIAN

Atlet Top Cina Jadi Pengemis

Liputan6.com, Beijing: Seorang atlet kenamaan Cina terpaksa menjadi pengemis di jalan-jalan Beijing setelah cedera membuatnya tak bisa berlomba. Zhang Shangwu, demikian nama atlet tersebut, merebut dua medali emas di cabang senam Universiade, olimpiade untuk mahasiswa, pada 2001. Setahun kemudian ia mengalami cedera serius yang mengakhiri kariernya sebagai atlet senam.

Rendahnya kualifikasi pendidikan membuatnya hanya bisa menjadi pelayan restoran. Ia sempat bekerja di panti jompo namun cedera menghalanginya melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Tuntutan kebutuhan hidup memaksanya mencuri dan ia sempat mendekam di penjara selama lima tahun sebelum bebas April lalu. Sejak itu ia mengemis di jalan-jalan di Beijing.

Peruntungan Zhang berubah pekan lalu ketika seorang penggemar mengenalinya ketika ia memamerkan kebolehan melakukan gerakan senam. Sejak itu, kisah Zhang dimuat di berbagai media di Cina. Banyak pihak menawarinya pekerjaan, termasuk dari salah satu pengusaha terkaya di Cina.

"Di Cina banyak atlet yang bernasib seperti saya. Saya beruntung karena saya ditemukan anggota masyarakat dan cerita saya dimuat di media," kata Zhang kepada kantor berita AFP di Beijing, Senin (18/7), seperti dilansir BBC Indonesia.

"Ada banyak atlet yang bernasib mengenaskan setelah pensiun. Pendidikan mereka rendah dan mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak," tutur Zhang yang kini berusia 27 tahun. "Pemerintah tidak membantu atlet-atlet yang memasuki masa pensiun. Saya ingin kisah saya ini membuka mata masyarakat bahwa para atlet tersebut memerlukan bantuan," kata Zhang.

Ia bukan atlet top pertama yang mengalami kesulitan hidup. Cai Li, peraih medali emas angkat besi Asian Games 1990 terpaksa menjadi satpam setelah tak lagi berlomba. Ia meninggal pada 2003 diduga akibat latihan berat yang harus ia ikuti ketika menjadi atlet dulu.

Zou Chunlan, juara nasional angkat besi, menjadi penjaga WC umum sebelum satu LSM membantunya membuka usaha pencucian pakaian.

Zhang Shangwu sendiri saat ini belum memikirkan pekerjaan karena masih sibuk melayani wawancara berbagai media. Yang pasti, ia ingin membantu rekan-rekannya sesama atlet yang bernasib mengenaskan setelah tidak bisa turun ke lapangan.(ADO)

Sumber

Om Mau Beli Belas.....???

Hari ini saya di kota palu Sulawesi tengah baru 2 bulan karena tuntutan kerjaan.jauh dari keluarga dan pujaan hati.Apa mau dikata,demi masa depan kami pun harus jalani ini semua walaupun sangat menyakitkan buat perasaanku

Seperti biasa aktivitas pagi saya dimulai dengar kerja yg menjadi rutinitas sehari hari.diawali dengan segelas kopi dan ditemani rokok ditangan.menyiapkan laporan buat bahan meeting atasanku.

Tak selang berapa lama temanku ku datang sambil membawa sebungkus makanan yg aku pesan tadi pagi,dan aku pun memulai makan...dan aku akhiri dengan minum segelas susu dan tak lupa juga rokok..hehehheee...pola hidup yg tak sehat....(itulah kebiasaan buruk ku)

Kejenuhan pun mulai datang karena Ativitasku yg selalu didalam kantor terus menerus,dan rokok pun mulai habis,dan aku memutuskan mencari rokok kewarung..

Dlm perjalanan kewarung ,tiba seorang anak kecil memanggil saya...Om...Om....
Saya melihat suara yg agak aneh,seperti suara yg kurang jelas..
Iya....jawabku,aku pun menoleh keanak itu dan aku lihat anak itu mengalami bibir sumbing sambil membawa sekantong plastik beras dikepalanya..

Mau beli belas ku om...???tanya anak itu...

Beras...???buat apa aku beli beras,setiap hari saya makan selalu beli diwarung.(dalam hati kecilku)

Tidak......!!jawab ku....

Aku pun mulai tertegun heran melihat usaha anak kecil itu...
Karena selalu mengikuti saya dari belakang selalu memanggil Om Om Om...
Aku Tanya lagi kamu disuruh siapa jual beras?
"Di suluh nenek Om......."(logat bahasa anak itu)
Emank buat apa kamu disuruh jual beras....???tanya ku kembali
"Untuk bayal sekolah Om....."jawabnya

Aku pun terdiam merasakan sakit dihati....mungkin aku teringat adikku yg dirumah.dia tak harus susah payah seperti ini untuk biaya sekolah,krn kami semua (keluarga)masih mampu biayain adik untuk sekolah.

seorang anak kecil,rela menjual beras Neneknya hanya untuk biaya sekolahnya...tak tahu apa yg mereka makan nanti,bila beras itu sudah terjual....!!!mataku pun mulai mengeluarkan air mata karena melihat keadaan anak kecil itu.

Lalu aku suruh tunggu dia dijalan karena saya mau pergi kewarung tuk beli rokok,saat saya balik anak kecil itu pun masih setia menunggu saya...trus saya ajak anak kecil itu ke kantor sambil merangkul nya.

Aku pun menyuruh dia untuk menunggu..tetapi yang buat saya heran anak kecil itu malah duduk dilantai depan pintu,..."iya om saya tunggu disini aja.."jawabnya.

Saya pun masuk ke kantor lalu mengambil uang untuk nya....
Meskipun tak banyak tapi setidaknya cukup membantu biaya sekolah nya
Ini dik ....uang buat adik....."makasih Om.....
Om mana tempat untuk wadah belasnya...tanya dia.
Untuk apa...???biarlah beras itu untuk makan kamu sama nenekmu nanti...
Tapi om....???tanyanya kembali
Udah tak usah pakai tapi tapi..bawa saja....
Makasih om.....makasih om....lalu dia pun berjalan kembali sambil membawa beras dikepalanya...
Oiya dik.....!!panggilku,sekolah yang rajin yach....!!
Iya Om.....!!jawab nya

Saya pun berdiri di samping pintu sambil berdoa semoga anak itu menjadi anak yg pintar dan sukses nanti nya.Amin

By
IMAM PRIESTIAN
Palu ,Sulawesi tengah

Adu Kehebatan Atau Adu Kelemahan di Reuni

Hari Minggu 17 Juli 2011 malam di Gelanggang GMSB Pasar Festival,  Jakarta, dilakukan reuni akbar alumni SMA ku, SMA Xaverius I Palembang.
SMA itu berdiri sejak tahun  1951, namun baru meluluskan murid di tahun 1954. Sudah 56 Angkatan yang lulus.
Bagi kami seangkatan, yang masuk ke SMA itu tahun 1991, ini merupakan reuni 20 tahun kami masuk ke sekolah itu.
Foto-foto, cerita nostalgia, slide show dokumentasi saat SMA merupakan acara wajib, disamping beberapa kata sambutan yang biasanya memakan waktu 3x yang dijatah panitia (tanpa ada yang tega menyetop pidato).
Nah, yang menarik, banyak teman yang kebetulan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya (pulau jawa) yang tidak datang, bukan karena tidak ada informasi atau karena harga karcis yang tinggi, tetapi karena merasa gagal.
“Tidak pede” Kata si A.

“Kalian kan sukses, ada yang bisa dibanggakan. Karena itu kalian suka reuni. Kalau bagi kami, datang ke reuni itu menyakitkan..” Kata si B.

Namun ada juga beberapa yang tidak selesaikan kuliah, pernikahannya gagal, pekerjaannya biasa-biasa saja, bahkan sering gonta-ganti pekerjaan yang masih berani datang.
“Biar semua orang tahu, reuni bukan cuma milik alumni-alumni yang bersinar terang benderang. Tetapi masih ada kami almamater yang biasa-biasa saja, tetapi kami masih hidup dan masih bisa berusaha. Kami belum merasa gagal.” Kata si C.

Ya, memang benar. Nama-nama alumni yang berposisi tinggi di tingkat nasional dikumandangkan oleh MC selalu disambut tepuk tangan alumni yang lain, padahal kalau dipikir semua orang itu tak memerlukan lagi tepuk tangan itu, mereka mungkin sudah jenuh dengan kekaguman orang lain.
Menarik jika ada reuni sekolahan sekolah-sekolah favorit yang mau menghadirkan orang-orang biasa, orang-orang yang kurang bersinar lulusan sekolah itu di atas panggung dan biarkan dia bercerita, bagaimana dia berjuang setelah lulus sekolah sampai akhirnya menemui kendala.

Mungkin alumni-alumni sukses dapat urun rembuk mengatasi permasalahan sejenis untuk masa-masa mendatang. Sehingga lulusan-lulusan sekolah itu selanjutnya dapat punya alternatif pemecahan masalah jika menemui jalan buntu/ kendala dan dengan demikian tidak akan ada lagi lulusan yang jalan di tempat.
Oke, sekedar memandang reuni-reunian dari sudut pandang yang lain, untuk lebih fokus mengumpulkan alumni-alumni yang biasa-biasa saja atau malah yang memprihatinkan, untuk dicarikan pemecahan masalah dan bukan sekedar menyanjung-nyanjung orang-orang hebat yang sudah tidak memerlukan puja-puji lagi.
Malah kalau bisa si hebat-hebat ini ditantangin membantu alumni-alumni yang biasa-biasa saja dengan kemampuan yang mereka miliki.
Semoga jadi bahan renungan.
Salam reuni sekolah, bagi yang kurang merasa berhasil.

Bersyukur dan Berjuang

Di beranda belakang sebuah rumah mewah, tampak seorang anak sedang berbincang dengan ayahnya. “Ayah, nenek dulu pernah bercerita kepadaku bahwa kakek dan nenek waktu masih muda sangat miskin, tidak punya uang sehingga tidak bisa terus menyekolahkan ayah. Ayah pun harus bekerja membantu berjualan kue ke pasar-pasar,” tanya sang anak. “Apa betul begitu, Yah?”
Sang ayah kemudian bertanya, “Memang begitulah keadaannya, Nak. Mengapa kau tanyakan hal itu anakku?”
Si anak menjawab, “Aku membayangkan saja ngeri Yah. Lantas, Apakah Ayah pernah menyesali masa lalu yang serba kekurangan, sekolah rendah dan susah begitu?”
Sambil mengelus sayang putranya, ayah menjawab, “Tidak Nak, ayah tidak pernah menyesalinya dan tidak akan mau menukar dengan apapun masa lalu itu. Bahkan, ayah mensyukurinya. Karena, kalau tidak ada penderitaan seperti itu, mungkin ayah tidak akan punya semangat untuk belajar dan bekerja, berjuang dan belajar lagi, hingga bisa berhasil seperti saat ini.”
Mendapat jawaban demikian, si anak melanjutkan pertanyaannya, “Kalau begitu, aku tidak mungkin sukses seperti Ayah dong?”
Heran dengan pemikiran anaknya, sang ayah kembali bertanya, “Kenapa Kau berpikir tidak bisa sukses seperti ayah?”
“Lho kata Ayah tadi, penderitaan masa lalu yang serbasusah lah yang membuat Ayah berhasil. Padahal aku dilahirkan dalam keluarga mampu, kan ayahku orang sukses,” ujar si anak sambil menatap bangga ayahnya. “Ayah tidak sekolah tinggi, sedangkan Ayah menyuruhku kalau bisa sekolah sampai S2 dan menguasai 3 bahasa, Inggris, Mandarin dan IT. Kalau aku ingin sukses seperti Ayah kan nggak bisa dong. Kan aku nggak susah seperti Ayah dulu?”
Mengetahui pemikiran sang anak, ayah pun tertawa. “Hahaha, memang kamu mau jadi anak orang miskin dan jualan kue?” canda ayah.
Digoda sang ayah, si anak menjawab, “Yaaaah, kan udah nggak bisa memilih. Tapi kayaknya kalau bisa memilih pun, aku memilih seperti sekarang saja deh. Enak sih, punya papa mama baik dan mampu seperti papa mamaku hehehe.”
Sang ayah lantas melanjutkan perkataannya, “Karena itulah, kamu harus bersyukur tidak perlu susah seperti ayah dulu. Yang jelas, siapa orangtua kita dan bagaimana keadaan masa lalu itu, kaya atau miskin, kita tidak bisa memilih, ya kan? Maka, ayah tidak pernah menyesali masa lalu. Malah bersyukur pada masa lalu yang penuh dengan penderitaan, dari sana ayah belajar hanya penderitaan hidup yang dapat mengajarkan pada manusia akan arti keindahan dan nilai kehidupan. Yang jelas, di kehidupan ini ada hukum perubahan yang berlaku. Kita bisa merubah keadaan jika kita mau belajar, berusaha, dan berjuang habis-habisan. Tuhan memberi kita segala kemampuan itu, gunakan sebaik-baiknya. Dimulai dari keadaan kita saat ini, entah miskin atau kaya. Niscaya, semua usaha kita diberkati dan kamu pun bisa sukses melebihi ayah saat ini. Ingat, teruslah berdoa serta berusaha. Belajar dan bekerjalah lebih keras dan giat. Maka, cita-citamu akan tercapai.”
Pembaca yang budiman!
Pikiran manusia tidak mungkin mampu menggali dan mengetahui rahasia kebesaran Tuhan. Karena itu, sebagai manusia (puk nen sien cek) kita tidak bisa memilih mau lahir di keluarga kaya atau miskin. Kita juga tak bisa memilih lahir di negara barat atau di timur dan lain sebagainya.
Maka, jika kita lahir di keluarga yang kaya, kita harus mampu mensyukuri dengan hidup penuh semangat dan bersahaja. Sebaliknya, jika kita terlahir di keluarga yang kurang mampu, kita pun harus tetap menyukurinya sambil terus belajar dan beriktiar lebih keras untuk memperoleh kehidupan lebih baik. Sebab, selama kita bisa bekerja dengan baik benar dan halal, Tuhan pasti akan membantu kita! Ingat, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, tanpa orang itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri.
Terus berjuang, raih kesuksesan !
Salam sukses luar biasa ! (Andrie Wongso).

Goresan Mobil

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise. Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.
“Buk….!” Aah…, ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang. “Cittt….” ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.
“Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!” Lihat goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu. “Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di bengkel untuk memperbaikinya. “Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu. Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf. “Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa. “Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. “Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti….” Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. “Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan..” Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu. “Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda?

Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya.” Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang

elaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja. “Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak.”
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka. Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Dtelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya. Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: “Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu.”
Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar, dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar? Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita. Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan, memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas. Teman, kadang memang, ada yang akan “melemparkan batu” buat kita agar kita mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita untuk hal yang lain yang memberi makna bagi hidup kita. sumber: Cetivasi

Sumber

Surat Anak Indonesia Membuat Jepang Terharu

"Saya juga pernah kena gempa tahun 2006, saya kehilangan rumah dan tidak mempunyai ibu."

Duta Besar Jepang untuk Indonesia yang baru, Yoshinori Katori, mengaku sangat terharu dengan simpati yang diberikan anak-anak Indonesia kepada Jepang terkait bencana tsunami yang baru saja menghantam negara itu Maret lalu.

"Kami menerima banyak sekali dukungan dari masyarakat Indonesia. Banyak sekali anak-anak Indonesia yang mengirimkan surat berisi dukungan yang sangat menyentuh hati kami," kata Katori.

Dalam konferensi pers pertamanya sebagai duta besar, kemarin, Katori membacakan sebuah surat yang dikirimkan oleh para pelajar sebuah SMP di Aceh kepada para korban tsunami. Aceh sendiri pernah diterjang tsunami pada 2004 silam, lebih dari 120.000 orang tewas.

"Aceh mencintai kalian. Kalian tak sendiri. Jika kalian sedih, kami turut sedih. Jika kalian senang, kami turut senang. Jika kalian tertawa, kami turut tertawa. Tetap semangat! Gambare!" ujar Katori membacakan surat dari pelajar Aceh.

Surat simpati juga datang dari seorang bocah korban gempa bumi Yogyakarta 2006 lampau. Bocah ini adalah salah satu anak di panti asuhan Arrahmah di Yogya. Katori kembali membacakan surat tersebut.

"Saya juga pernah kena gempa tahun 2006, waktu itu saya kehilangan rumah dan tidak mempunyai ibu," kata dia.

"Walaupun cobaan datang, kami masih tetap semangat untuk belajar. Kami yakin, kalian juga bisa membangun rumah kalian. Pesan saya untuk kalian: tetap semangat dan tunjukkan kalian bisa membangun negara kalian!" Tulis surat tersebut.

Gempa bumi 9 skala Richter disusul tsunami meluluhlantakkan wilayah timur Jepang. Korban tewas dilaporkan mencapai puluhan ribu orang. Menurut data World Bank, total kerugian yang dialami oleh Jepang adalah US$235 miliar atau sekitar Rp2.000 triliun, yang menjadikan bencana Jepang sebagai bencana termahal sepanjang sejarah.

Sumber

Mengharukan, Kisah Nyata Junko Furuta (Gadis Jepang Di siksa Selama 44 Hari)

 
Di November 1988, cowok A (18 tahun), cowok B (jo kamisaku umur 17, kamisaku adalah nama keluarga yang dia ambil setelah keluar dari penjara), cowok C (umur 16),dan cowok d (umur 17) dari Tokyo menculik dan menyekap furuta, siswi kelas 2 smu dari saitama selama 44 hari. Mereka menjadikan dia tahanan di rumah yang dimiliki orang tua cowok c.

Untuk menghindari pengejaran polisi, cowok A memaksa furuta untuk menelepon orangtuanya dan menyuruhnya mengatakan kalau dia kabur dari rumah, dengan temanya, dan tidak berada dalam bahaya. Bahkan cowok A membuat furuta berpose sebagai pacar dari salah satu cowok – cowok itu ketika orangtua C, pemilik ruma sedang ada dirumah tersebut. Kalau mereka sudah yakin orang tua c tidak akan telepon polisi, mereka pun menyudahi sandiwara tersebut. Furuta mencoba kabur berkali – kali, memohon pada orang tua c untuk menyelamatkan dia, tapi mereka ga ngelakuin apa2 meskipun mereka tau kalau selama ini furuta disiksa, karenamereka takut kalau cowok a akan menyiksa mereka. Cowok A saat itu adalah pemimpin yakuza kelas rendah dan telah mengencam siapapun yang ikut campur akan dibunuh.

Menurut kesaksian para cowok itu di persidangan, mereka berempat memperkosa furuta, memukulinya, memasukan macam2 ke dalam vaginanya termasuk tongkat besi, membuatnya minum urinya sendiri dan makan kecoak, memasukan petasan ke dalam anusnya dan meledakanya, memaksa furuta untuk masturbasi, memotong pentilnya dengan tang, menjatuhkan barbell ke perutnya, dan membakarnya dengan rokok dan korek api (salah satu dari pembakaran itu adalah hukuman karena dia berusaha menelepon polisi). Pada sebuah titik luka furuta sangat parah hingga menurut salah satu cowok itu, furuta membutuhkan waktu satu jam lebih untuk merangkak turun tangga untuk menggunakan kamar mandi. Mereka bahkan mengatakan kemungkunan kalau 100 orang tau kalau mereka menahan furuta di rumah tersebut, tapi hal ini ga jelas artinya apa 100 orang itu hanya tau atau mereka ikut memperkosa dan menyiksa juga saat berkunjung ke rumah tersebut. Cowok-cowok itu menolak membiarkan furuta pergi, walau furuta seringkali memohon pada mereka untuh membunuhnya saja dan menyudahi penderitaan tersebut.

Pada January 4, 1989, dengan menggunakan alasan kekalahan salah seorang cowok itu main mahyong, keempat cowok itu memukuli furuta dengan barbell besi, menuang cairan korek api ke kakinya, tanganya, perutnya, dan mukanya, dan lalu membakarnya. Dia meninggal tak lama kemudian hari itu karena shock. Kempat cowok itu menyatakan kalau mereka ga menyadari betapa parah luka yang dialami furuta, dan mereka percaya kalau furuta hanya berpura-pura mati.

Para membunuh itu menyembunyikan mayatnya di drum 55 galon dan memenuhinya dengan semen. Mereka membuang drum tersebut di kota Tokyo.

Penahanan dan hukuman

Para cowok itu ditangkap dan disidangkan sebagai orang dewasa, tapi karena jepang menangani kejahatan yag dilakukan oleh yang masih dibawah umur, identitas mereka disembunyikan oleh persidangan. Tapi bagaimanapun juga, seminggu kemudian, majalah mingguan bernama shukan bunshun menerbitkan nama mereka, dengan menyatakan “hak asasi tidak dibutuhkan oleh penjahat biadab.” Mereka juga menerbitkan Nama asli furuta dan detail tentang kehidupan pribadinya dan menerbitkanya dengan sangat napsu di media. Kamisaku dituntut sebagai pemimpin para cowok itu, (entah benar atau tidaknya) menurut persidangan.

Keempat cowok itu diberi keringanan dengan dinyatakanya bersalah dalam tuntutan “membuat luka fisik yang menyebabkan kematian”, dibandingkan tuntutan pembunuhan. Orang tua cowok A menjual rumah mereka dengan harga maksimum 50 juta yen atau 5 miliar rupiah dan membayarnya sebagai kompensasi untuk keluarga furuta. (menurut gue sih 5000 triliun juga ga sebanding dengan penderitaan furuta).

Untuk partisipasinya di kejahatan ini, kamisaku harus menjalani 8 tahun di penjara anak-anak sebelum dia dibebaskan di bulan agustus 1999. di bulan juli 2004, kamisaku ditangkap karena mencelakai seorang kenalan, yang dia pikir membuat pacarnya menjauhi dia, dan dengan bangga membanggakan tentang keluarganya sebelum mencelakai kenalannya itu. Kamisaku dihukum 7 tahun dengan tuntutan memukuli.
(memukuli 7 tahun penjara, menyiksa furuta ampe mati dipenjara 8 tahun? mati aje loooooooooooooo)

orangtua junko furuta terkejut dengan kalimat yang diterima dari pembunuh anak perempuanya, dan bergabung dengan grup masyarakat melawan orangtua cowok C yang rumahnya dijadikan tempat menyekap. Ketika beberapa masalah ditimbulkan dari bukti (semen dan rambut yang didapat dari tubuh itu tidak cocok dengan para cowok-cowok yang ditangkap), pengacara yang menangani lembaga masyarakat memutuskan untuk tidak membantu mereka lagi karena merasa ga ada bukti berati ga ada kasus atau dakwaan. (** SENSOR ** ini pengacara, apa disogok ya!). ada spekulasi bahwa bukti yang mereka dapat itu didapat dari orang tidak teridentifikasi yang memperkosa atau ikut mukulin furuta.

satu dari yang paling menggangu dari kisah nyata ini adalah bahwa para pembunuh furuta sekarang bebas. Setelah membuat junko furuta melalui berbagai penderitaan, mereka adalah cowok bebas sekarang.


Semua hal menakutkan setengah mati ini dilakukan pada junko furuta dan dikumpulkan melalui sidang di jepang dan blogs dari 1989. mereka menunjukan kalau sakit yang dialami junko furuta harus dialami bertubi2 sebelum akhirnya dia meninggal. Semua ini terjadi denganya sewaktu dia masih hidup, memang sangat mengganggu tapi inilah kenyataanya.

Semua yang terjadi:
Hari 1: 22 november 1988: penculikan
Dikurung sebagai tahanan dirumah, dan dipaksa berpose sebagai pacar salah satu cowok
Diperkosa(lebih dari 400 kali totalnya)
Dipaksa telepon orangtuanya dan mengatakan kalau dia kabur dan situasi aman
Kelaparan dan kekurangan gizi
Diberi makan kecoak dan minum kencing
Dipaksa masturbasi
Dipaksa striptease didepan banyak orang
Dibakar dengan korek api
Memasukan macam2 (dari yang kecil sampe yang sebesar yang kamu ga bisa bayangkan) ke vagina dan anusnya

Hari 11: 1 desember 1988: menderita luka pukulan keras yang tak terhitung berapa kali
Muka terluka karena jatuh dari tempat tinggi ke permukaan keras
Tangan diikat ke langit langit dan badanya digunakan sebagai (itu loh yang isinya pasir buat tinju) sarana untuk ditinju
Hidungnya dipenuhi sangat banyak darah sehingga dia Cuma bisa bernafas lewat mulut
Barbell dijatuhin ke perutnya
Muntah darah ketika minum air(lambungnya ga bisa menerima air itu)
Mencoba kabur dan dihukum dengan sundutan rokok di tangan
Cairan seperti bensin dituang ke telapak kaki, dan betis hingga paha lalu dibakar
Botol dipaksa masuk ke anusnya, sampe masuk, menyebabkan luka.

Hari 20: 10 desember 1989: tidak bisa jalan dengan baik karena luka bakar dikaki
Dipukuli dengan tongkat bamboo
Petasan dimasukin ke anus, lalu disulut
Tangan di penyet (dipukul supaya gepeng) dengan sesuatu yang berat dan kukunya pecah
Dipukulin dengan tongkat dan bola golf
Memasukan roko ke dalam vagina (atau mungkin maksudnya dijadiin asbak, dimatiin di vagina dan abunya dibuang ke dalam)
Dipukulin dengan tongkat besi
Saat itu musim dingin bersalju (dingin pasti minus) disuruh tidur di balkon
Tusuk sate dimasukin ke dalam vagina dan anus menyebabkan pendarahan

Hari 30: cairan lilin panas diteteskan ke mukanya
Lapisan mata dibakar korek api
Dadanya ditusuk2 jarum
Pentil kiri dihancurkan dan dipotong stang
Bola lampu panas dimasukin vagina
Luka berat di vagina karena dimasukin gunting
Ga bias pipis dengan normal
Luka sangat parah hingga membutuhkan sejam untuk merangkak turun tangga saja untuk menggunakan kamar mandi
Gendang telinga rusak parah
Ukuran otak menciut sangat sangat banyak

Hari 40: memohon sama para penyiksa untuk membunuhnya saja dan menyelesaikannya

1 january 1989: junko tahun baruan sendirian
tubuknya dimutilasi
ga bisa bangun dari lantai

hari ke 44: para cowok itu menyiksa badanya yang termutilasi dengan barbell besi, dengan menggunakan alasan kalah main mahyong. Furuta mengalami pendarahan di hidung dan mulut. Mereka menyiram mukanya dan matanya dengan cairan lilin yang dibakar.

Lalu cairan korek api dituang ke kaki tangan muka, perut dan dibakar. Penyiksaan akhir ini berlangsung sekitar 2 jam nonstop.

Junko furuta meninggal hari itu dalam rasa nyeri sakit dan sendirian. Ga ada yang bisa ngalahin 44 hari penderitaan yang uda dia alamin.
 

RASULULLAH S.A.W. DAN PENGEMIS YAHUDI

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.

Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Sumber

Kunikahi Engkau Dengan Mahar Muslihat

8 tahun telah berlalu, kini kutemui diriku termangu pada kenangan masa lalu bersama Sabri sahabat terbaikku. Dialah sahabat yang dulu dikampus bersama diriku menerobos matahari, berteriak meminta harga-harga diturunkan. Aku merindukanmu, kangen pada secangkir kopi miskin gula, dan setengah bungkus rokok yang patungan kami beli bersama. Keterbatasan kami, adalah kebahagiaan saat kekurangan itu kami bumbui tawa renyah mengejek kemelaratan.


Adalah karena kita pejantan, maka kumbang harus mengikuti dimana bunga bisa mekar bertumbuh. Engkau pergi dan akupun harus demikian. Perempuan bersahaja, manis dan manja yang engkau kenalkan padaku saat itu, kini telah menjadi ibu anak-anakku. Aikha, kekasihku juga telah kupersunting dengan uang mahar yang lumayan tinggi. Alhamdulillah, sawah lima petak, sapi enam ekor dan penghasilan sawah warisanku selama dua musim, kini telah berpindah tangan untuk mempersunting belahan jiwaku. Tinggallah kini diriku harus membeli beras, karena sawah tak lagi jadi milikku. Aku dendam dengan tingginya mahar, walau aku tahu itu bahagian dari tradisi suku di kampungku. Alasannya klise, untuk mengangkat harkat keluarga.

Aku menertawai diri-ku yang memalukan ini. Kata seorang bijak, ketika kita sudah menertawai tentang kita dimasa lalu, maka itu bertanda kedewasaan. Uang Mahar atau uang belanja pernikahan, yang dalam bahasa Makassar disebut uang panai, memang selalu menjadi kendala bagi pemuda lajang yang hendak merencanakan pernikahan di komunitas suku dimana diriku menemukan identitas. Entah, ini hasil penelitian atau bukan, muasal banyaknya lelaki perantau dimasa lalu, keluar dari wilayah bermukimnya salah satunya penyebabnya karena tingginya mahar. Gagal menikah adalah malu bagi lelaki Bugis-Makassar. Malu yang tak tertahankan hanya bisa dibayar dengan kematian atau merantau.
Lebih parah lagi, semakin tinggi status sosial dan ekonomi perempuan tersebut juga maharnya akan melonjak pula. Maaf, harga mahar di pasaran, saat ini bisa menembus angka 50 sampai 100 juta, bahkan jauh lebih dari itu, jikalau orang tua si perempuan adalah seorang pejabat atau pengusaha. Kawanku, yang dulu bersamaku mengejek kemiskinan di kamar kos kami, punya strategi lihai mengelabui ayah calon istrinya.

Layla istrinya yang kini ia telah persunting, adalah seorang Pegawai Negeri Sipil ketika itu. Sahabatku, yang baru saja menyelesaikan gelar sarjananya, masih berstatus sebagai pendaftar PNS yang sudah dua kali tidak lulus alias pengangguran, tetapi tetap bergaya jumawa untuk menipu si Ayah gadis yang dicintainya. Lamaran sudah dilaksanakan, tawar menawar harga telah disepakati. Dari harga 45 Juta Rupiah berhasil di tawar 40 juta, plus satu ekor sapi, sebidang sawah dan 200 Kg beras.
Keluarga Sabri sahabatku itu, yang hanya seorang pesiunan penjaga mercusuar, sebenarnya tak mampu memenuhi mahar sebanyak itu. Sabri yang kebelet kawin, tak hilang akal. Iapun melancarkan muslihat dengan meyakinkan keluarganya bahwa bulan depan Ia akan mendapatkan proyek dengan laba, senilai lebih dari harga mahar itu. Karena lamaran adalah persoalan harga diri, maka pesta walimah pun disepakati waktunya, yakni tiga bulan setelah lamaran itu disepakati. Dan proyek yang dijanjikan itu, tidak lebih hanya bualan belaka.

Dua bulan sebelum acara, Sabri datang kepadaku untuk memohon ijin bunuh diri kalau aku tidak membantunya mencarikan uang mahar buatnya, yang sampai saat ketika itu belum sepeserpun ia dapatkan. Bahkan saking melaratnya, ia memintaku membelikannya rokok, sebaga obat sementara karena depresi yang membatu. Ditodong seperti itu, aku tak mampu berbuat apa-apa. Selama ini saya dan Sabri hanyalah penertawa kemiskinan dan pengarang puisi tentang penderitaan. Lha, kok tiba-tiba dia datang memelas memintaku untuk segera kaya mendadak dan meminjaminya uang 40 Juta. Mustahil Bin Ajaib, kataku ketika itu. Tak ada solusi yang aku berikan kecuali motivasi untuk berjuang, dan berjanji untuk mendoakan nya, serta memohonnya agar ia tidak mati dengan cara bunuh diri. Bunuh diri adalah kematian yang tidak keren menurutku.

Seminggu kemudian, ia kembali datang kepadaku, dengan muka yang tidak lagi sekusam seperti minggu lalu. Mungkin ada harapan. Dalam batinku menebak, entah bank apa yang habis dirampok sahabatku ini. Walau mukanya tidak memelas lagi, tapi tetap nampak ketegangan di dirinya. Jangan-jangan, Ia datang sebagai buronan.

Gimana Sab, doa ku terkabul kan?”..,  kataku bercanda berusaha menghilangkan ketegangannya. Sabri hanya diam, kemudian bertanya balik kepadaku.
Apakah bisa, seorang perempuan memberi mahar untuk dirinya sendiri?
Maksudmu
Layla-kan seorang PNS. Gajinya sudah cukup untuk mengusul kredit
Maksudmu, kredit PNS Layla engkau akan jadikan uang mahar untuk dirinya?
Iya
Diam-diam aku mengakui kecerdasannya dalam bermuslihat. Memanipulasi adat dengan kecerdasannya sebagai sarjana pengangguran. “He,  bisa tidak. Kenapa bengong!” Sabri menghardikku, karena merasa tidak direspon. Saya mengiyakan dengan pelan, dan kemudian kami berdua tertawa lepas merayakan kemenangan. Solusinya ternyata mudah. Saya bertugas untuk membujuk Layla dalam satu pertemua rahasia, karena Sabri malu untuk melakukannya. Pada waktu yang ditentukan, saya mulai meyakinkan Layla.
Sabri, lelaki yang begitu mencintaimu, akan pergi merantau kalau pernikahannya denganmu batal, hanya karena mahar, yang dia tidak mampu penuhi. Bahkan minggu lalu, dia datang kepadaku untuk menyatakan pamit karena dia ingin merantau atau bunuh diri saja. Aku melarangnya, karena turut merasa bahagia melihat kalian berdua bersanding di pelaminan”, kataku kepada Layla ketika itu. Layla, dengan nada khawatir meminta diriku untuk mencarikannya solusi. Nah, disinilah awal kesuksesan konsolidasi nurani ini.
Layla, jikalau kau memang betul-betul mencintai Sabri. Maka engkau harus siap berkorban buatnya
Bagaimana caranya Kak
Apapun yang terjadi setelah kalian menikah nanti, akan menjadi urusanmu. Bukan urusan orang tua kalian. Persoalan ekonomi akan kalian tanggung sendiri”. Aku menambahkan, bahwa banyak yang sudah mengalami betapa setelah menikah itu, Allah sediakan rejeki sendiri. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an; “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui” (QS An-Nur: 32)

Iya Kak. Aku tahu, tapi bagaimana cara membantunya
Saya sebenarnya malu menyampaikan hal ini, dan Sabri pun tidak tahu, karena sementara ini Ia masih pusing mencari pinjaman untuk mahar buatmu, tapi ia belum mendapatkannya, sementara waktu semakin mendesak. Aku yakin dia tidak akan mendapatkannya. Dan akan malu
Aku tahu Kak, Tolong berikan solusi. Saya sangat mencintainya. Apapun yang bisa aku lakukan buatnya….”.  Nah, pada titik kulminasi ini. Saya mengatakan dengan pelan kepada Layla, bahwa Ia harus membantu Sabri dengan menggunakan SK PNS nya untuk mencairkan kredit di Bank. Aku harus mengatakan dengan hati-hati, seolah ini murni dari aku yang menawarkan solusi, tetapi sebenarnya aku hanyalah aktor yang disutradarai Sabri kekasihnya.
Iya Kak, kalau itu yang harus saya lakukan. Besok, aku akan ke Bank, dan uangnya kuberikan kepada Kakak, untuk Sabri
Dalam hati,aku kegirangan bukan kepalang. Berita gembira ini, aku sampaikan ke Sabri melalui telepon. Dibalik telepon Ia terdiam, Sabri menangis. Rasa girang ini pun berubah menjadi haru, termasuk diriku. Harga diri yang diukur dengan hitungan materil untuk mempersunting gadis yang dicintai, sungguh telah menghempaskan harga dirinya. Sabri sebagai lelaki dengan lingkungan suku yang mendagradasi nilai mahar dengan materi, merasa bahwa harga dirinya terinjak-injak dengan muslihatnya sendiri, hanya karena pernikahan yang katanya suci dan bahagian dari ibadah itu ternyata kalah oleh tradisi dengan mahar yang tinggi.

Permudahlah pernikahan dan persulitlah perceraian, itulah anjuran Nabi dalam haditsnya, yang hanya mensyaratkan seperangkat alat shalat sebagai mahar, yang harganya tidak lebih dari seratus ribu saat ini. Bahkan bisa dengan hanya sebentuk cincin dari besi ataupun sekedar hafalan Al Qur’an. Pernikahan adalah Ibadah dan pernikahan adalah menyempurnakan separuh agama, seolah dihempaskan jauh-jauh karena sebuah harga diri keluarga dan tradisi yang sedikit berbau komersil. Itu delapan tahun yang lalu, dan kini Sabri, Layla istrinya dan anak-anaknya telah bertumbuh sebagai keluarga yang sederhana. Sepuluh tahun waktu kreditnya, dua tahun lagi akan selesai. Ternyata sahabatku yang baik itu, belum melunasi cicilan pernikahannya.  Kunikahi Engkau Dengan Mahar Muslihat – Andi Harianto

Sumber