DRIVER TAXI ITU TRAINER KU

Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi

Senin kemarin saya sengaja “mengistirahatkan” driver yang selama ini setia menemani saya. Setelah jadwal training yang begitu padat saya khawatir ia jatuh sakit. Untuk memulihkan stamina, ia saya bebaskan mengantar saya. Hari itu, saya menggunakan jasa taxi, "Burung Biru". Begitu saya naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh yang mengesankan. Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin “jatuh cinta” dengan driver itu. Dalam hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu di dalam diri driver ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin banyak belajar dengan driver ini.” Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk ngobrol, driver ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya di Bogor. Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya “paksa” akhirnya ia bersedia menemani saya. Ketika saya tanya mau pesan apa, dia menjawab, “Terserah bapak.” Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan pesanan saya: Sate kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu mangkok.

Sebelum makan saya bertanya, “Tinggal dimana?” Dia menjawab, “Balaraja Tangerang.” “Berapa jam perjalanan ke pool?” sambung saya. Diapun menjawab, “Empat jam.” Saya terkejut, “Hah! Empat jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di pool?” Dia segera menjawab, “Saya harus menjaga ibu saya.” “Menjaga ibu?” batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu, sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari? Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya lagi, “Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?” Dengan agak terbata dia menjawab, “Setiap saya berangkat ibu sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan ibu.” Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari. Sayapun ke belakang sejenak menghapus air mata yang mengalir di pipi. Kemudian saya bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan untuk membahagiakan ibu?” Dengan lembut ia menjawab, “Saya sudah daftarkan umroh di kantor.” “Maksudnya?” seru saya. Ia menjawab, “Kalau saya berprestasi dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.” Mendengar jawaban itu saya menarik napas panjang. Dengan nada agak bergetar ia melanjutkan, “Setiap hari saya pulang agar bisa mencium tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu saya.” Mendengar jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi satu. Air matapun mengalir deras di pipiku. Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan driver taxi ini.



Bila selama ini saya yang membuat peserta training berkaca-kaca. Hari ini Asep Setiawan (inget2 namanya ya gan, kalo ktemu jangan ragu kasih tips yg banyak), driver taxi itu, yang membuatku menangis tersedu. Dia telah menjadi trainer dalam kehidupanku. Ya, Asep Setiawan telah menjadi trainerku… bukan melalui kata-katanya tetapi melalui tindakannya. 

salam SuksesMulia!




ADA TETESAN SETELAH TETESAN TERKAHIR


Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Pasar malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat.

Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.
Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.

Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.
‘Hingga tetes terakhir’, pikirnya.
Manusia kuat lalu menantang para penonton: 
‘Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!’

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras… dan menekan sisa jeruk… tapi tak setetespun air jeruk keluar. 

Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : ‘Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?’

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. ‘Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung.’ Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. 

Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. 
Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. 
Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, emikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. 
Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras… dan 
‘ting!’ setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung.

Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.

Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, ‘Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu.
 Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?’

‘Begini,’ jawab wanita itu, 
“ Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.
Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. 
Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. 
Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku’.
Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. 

Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan.

Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. 
Aku percaya Segalanya hanya bisa diraih dengan berusaha dan aku percaya tetesan berusaha tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. 
Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Hanya dengan mau memulai dan berusaha .

Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, 
Anda akan menemukan jalannya’, 
demikian kata seorang bijak.


PEGAWAI HOTEL YANG SABAR


Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Beberapa bulan yg lalu di meja pemesanan kamar hotel Memphis, saya melihat suatu kejadian yg bagus sekali, bagaimana seseorang menghadapi orang yg penuh emosi. Saat itu pukul 17:00 lebih sedikit, dan hotel sibuk mendaftar tamu-tamu baru. Orang di depan saya memberikan namanya kepada pegawai di belakang meja dengan nada memerintah. Pegawai tsb berkata, “Ya, Tuan, kami sediakan satu kamar ‘single’ untuk Anda.”
“Single,” bentak orang itu, “Saya memesan double.” Pegawai tsb berkata dg sopan, “Coba saya periksa sebentar.” Ia menarik permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata, “Maaf, Tuan. Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali menempatkan Anda di kamar double, kalau memang ada. Tetapi semua kamar double sudah penuh.” Tamu yg berang itu berkata, “Saya tidak peduli apa bunyi kertas itu, saya mau kamar double.”
Kemudian ia mulai bersikap “anda-tau-siapa-saya,” diikuti dengan “Saya akan usahakan agar Anda dipecat. Anda lihat nanti. Saya akan buat Anda dipecat.” Di bawah serangan gencar, pegawai muda tsb menyela, “Tuan, kami menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan instruksi Anda.”
Akhirnya, sang tamu yg benar2 marah itu berkata, “Saya tidak akan mau tinggal di kamar yg terbagus di hotel ini sekarang —manajemennya benar2 buruk,” dan ia pun keluar. Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai pasti marah setelah baru saja dimarahi habis2an. Sebaliknya, ia menyambut semua dengan salam yg ramah sekali “Selamat malam, Tuan.”
Ketika ia mengerjakan rutin yg biasa dalam mengatur kamar untuk saya, saya berkata kepadanya, “Saya mengagumi cara Anda mengendalikan diri tadi. Anda benar2 sabar.” “Ya, Tuan,” katanya, “Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu. Anda lihat, ia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban pelampiasan kemarahannya. Orang yg malang tadi mungkin baru saja ribut dg istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau barangkali ia merasa rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk melampiaskan kekesalannya.”
Pegawai tadi menambahkan, “Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik. Kebanyakan orang begitu.” Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya, “Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik. Kebanyakan orang begitu.” Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yg menyatakan perang pada Anda. Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti ini adalah membiarkan orang tsb melepaskan amarahnya, dan kemudian lupakan saja.
(by David J.S.)

KISAH KAKEK PENJUAL AMPLOP


Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.


RENUNGAN
Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amiin.

DUA MANUSIA SUPER DIPINGGIR JALAN


dua manusia super
Kejujuran sebuah kata yang sangat sederhana tapi sekarang menjadi barang langka dan sangat mahal harganya. Memang ketika kita merasa senang dan segalanya berjalan lancar, mengamalkan kejujuran secara konsisten tidaklah sulit, tetapi pada saat sebuah nilai kejujuran yang kita pegang berbenturan dengan perasaan, kita mulai tergoncang apakah tetap memegangnya, atau kita biarkan tergilas oleh keadaan. Sebuah kisah kejujuran yang sangat menyentuh hati, dua orang anak kecil menjajakan tisu di pinggir jalan. Membuat kita mesti belajar banyak tentang arti sebuah kejujuran.

Siang ini, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira-kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan, “Terima kasih Oom!” Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itu pun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi-lagi sayup-sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, dua pertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan.

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang menggayuti langit Jakarta.

“Terima kasih ya mbak … semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah.

“Maaf, nggak ada kembaliannya … ada uang pas nggak mbak?” mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

“Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah.

“Nggak punya!”, tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata “Ambil saja kembaliannya, dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja!”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !”

Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya dan mereka. Uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar “Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek!” “Eeh … nggak usah … nggak usah … biar aja … nih!” saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu … sebentar.” “Nggak apa apa, itu buat kalian” lanjut saya. “Jangan … jangan oom, itu uang oom sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras. “Sudah … saya ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas !”, saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat.

Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh om, kalau kelamaan, maaf ..”. Ia memberi saya delapan pack tissue. “Buat apa?”, saya terbengong “Habis teman saya lama sih oom, maaf, tukar pakai tissue aja dulu”. Walau dikembalikan ia tetap menolak.

Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!”..mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan, “Duit mbak tadi gimana ..?” suara kecil yang lain menyahut, “Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin …….”.

Percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan. Tuhan, hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang tissue.

Dua anak kecil yang bahkan belum balig, memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil.

YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO


Dongeng-dongeng milik Grimm Bersaudara

Dahulu kala hiduplah seorang pemilik pabrik yang memiliki sebuah penggilingan, ia tidak memiliki anak dan istri, hanya tiga orang pembantu yang telah bekerja untuknya selama bertahun-tahun. Suatu hari ia berkata kepada ketiga pembantunya bahwa ia akan memberikan pabriknya kepada siapapun yang berhasil membawakan kuda terbaik.
Dari ketiga pembantunya itu yang termuda bernama Hans. Ia adalah seorang pekerja keras sementara dua orang lainnya menganggap pemuda itu bodoh. Hans ternyata ingin ikut juga dalam pencarian itu. Akhirnya mereka bertiga mulai mengembara bersama-sama. Ketika sampai di desa tetangga, kedua orang itu bertanya kepada Hans mengapa tidak tinggal saja, tetapi ia ingin tetap ikut mengembara. Mereka pun kemudian melanjutkan perjalanan.
Malamnya ketika mereka tiba di sebuah gua, kedua pembantu itu menunggu Hans tidur kemudian mereka meninggalkannya diam-diam. Keesokan harinya Hans terbangun sendirian. Ia mencoba terus mencari kuda dalam kebingungannya. Tiba-tiba ia melihat seekor kucing yang menyapanya ramah. Kucing itu tahu tujuan Hans dan mengatakan dapat memberikan kuda yang terbaik asalkan pemuda itu bersedia melayani kucing dan keluarganya selama tujuh tahun. Hans pun menyetujui tawaran itu.
Kini Hans berada di istana kucing untuk bekerja melayani keluarga kucing itu dengan setia. Setiap hari ia mendapatkan kapak merah dan jahitan serta bertugas memotong kayu. Selama hidup di istana itu ia selalu makan enak dan tidak pernah melihat makhluk yang lain selain kucing. Ketika tujuh tahun hampir berlalu, kucing itu memerintahkannya untuk membuat sebuah rumah kecil dari perak. Setelah selesai Hans menagih janjinya untuk mendapatkan seekor kuda, kucing itu membuka pintu rumah kecil itu dan berdirilah dua belas ekor kuda yang sangat bagus. Begitu tegap dan bersih. Hans sangat girang.
Kucing itu memberikan Hans makanan dan minuman serta menyuruhnya pulang lebih dulu. Kuda itu akan datang tiga hari kemudian. Pemuda itu pun berjalan pulang ke pabrik tempatnya dulu bekerja. Ia tidak diberi baju baru tetapi harus mengenakan pakaian yang dulu dipakainya ketika datang ke istana kucing. Pakaian itu begitu lapuk dan terlalu kecil.
Setibanya di pabrik dua orang kawannya telah datang dengan membawa kudanya masing-masing. Tetapi kuda yang satu buta sedangkan yang lain lumpuh. Ketika Hans ditanya di mana kudanya, pemuda itu menjawab dalam tiga hari akan datang. Tentu saja hal itu membuat mereka menertawakannya. Karena Hans terlalu kumal, pemilik pabrik melarangnya untuk masuk. Hans hanya diijinkan tinggal di rumah angsa dan berbaring di atas jerami.
Setelah tiga hari berlalu, datang sebuah kereta yang ditarik oleh enam ekor kuda yang gagah. Seorang pelayan membawa kuda ketujuh yang menjadi milik Hans. Seorang putri cantik keluar dari kereta. Putri itu adalah kucing yang dulu dilayani dengan setiaoleh Hans selama tujuh tahun. Putri cantik itu menanyakan Hans dan meminta pemuda itu datang menemuinya. Seorang pelayan membawakan baju yang indah dan membersihkan pemuda itu. Kini Hans tampak lebih begit gagah dan tampan. Putri juga menyuruh pelayannya membawakan kuda Hans yang sangat bagus sehingga Sang Pemilik Pabrik pun menyatakan bahwa pabrik itu kini milik Hans.
Putri cantik itu lalu mengatakan bahwa kuda dan pabrik dapat tetap dimiliki Sang Pemilik Pabrik karena ia akan membawa Hans yang setia itu ke rumah kecil yang dibangunnya dulu dari perak. Rumah itu kini menjadi istana yang indah, dan segala sesuatunya terbuatdari emas dan perak. Hans kemudian menikah dengan putri cantik itu dan hidup bahagia dengan kekayaan yang begitu melimpah hingga akhir hayatnya. Jadi jangan pernah berkata jika orang bodoh tidak mendapatkan bagian apa-apa di dunia ini.
Dongeng yang berjudul Pekerja Keras, Pemilik Pabrik dan Kucing di atas merupakan dongeng ke 106 dari 200 dongeng milik Grimm Bersaudara. Dongeng ini bisa ditemukan dalam buku Dongeng & Cerita Grimm Bersaudara – Jacob Grimm dan Wilhelm Grimm pada halaman 372-373. Buku yang berjudul asli Grimm’s Tales for Young and Old ini diterbitkan oleh Abdi Tandur (2010) dengan tebal buku 667 halaman terdiri atas 200 dongeng dan 10 legenda untuk anak-anak.
Bagi Anda yang suka dongeng, buku ini bisa menjadi referensi atawa sebagai bahan untuk mendongeng bagi si buah hati karena dongeng Grimm Bersaudara ini memberikan nilai budaya seperti berbudi luhur, ketabahan dalam perjuangan hidup, religius, sifat tidak mudah putus asa, percaya diri, penghargaan, kasih sayang, kepatuhan, kerja keras, cerdik, rajin, dan memberikan pertolongan secara tulus.
Dongeng-dongeng Grimm Bersaudara yang sangat terkenal ada di dalam buku ini, di antaranya Putri Salju, Rapunzel, Ashputtle, Hansel dan Gretel, Angsa Emas, Raja Janggut dan sebagainya.
Source
http://padeblogan.com/

INILAH DERITA HIDUP SIMANUSIA TANPA WAJAH


TRIBUNNEWS.COM, KASHMIR - Manusia tanpa wajah. Itulah julukan yang diberikan orang-orang kepada Mohammad Latif Khatana (32).
Pria asal Kashmir, India tidak bisa melihat, apalagi bekerja, karena lipatan parah pada wajahnya. Nyaris tak ada orang yang mau melihat wajahnya.
Orang asing meludah di jalan saat Latif melintas, karena jijik dengan wajahnya. Penderitaan Latif tak berhenti sampai situ. Apalagi, kini istrinya sedang hamil tujuh bulan.
Seorang pria biasanya senang menunggu anaknya lahir, namun tidak demikian halnya dengan Latif. Ia khawatir anak-anaknya akan bernasib sama dengannya, memiliki fisik menakutkan.
"Saya tidak sabar untuk menjadi seorang ayah, dan memiliki beberapa kebahagiaan dalam hidup saya. Tapi, aku khawatir setiap hari, dan berdoa anak saya tidak dilahirkan seperti saya," ujar Latif seperti diwartakan The Sun, Selasa (9/10/2012).
Latif tinggal berpindah-pindah di sejumlah pegunungan dengan istrinya, Salima (25), antara lain di wilayah Tuli Bana, Jammu, dan Kashmir.
Ia melakukan perjalanan ke Srinagar selama empat bulan, untuk mengemis dan mencari uang. Latif dilahirkan dengan benjolan kecil di wajahnya. Benjolan itu terus tumbuh dan membentuk lipatan besar di wajahnya, sehingga mustahil baginya untuk melihat.
"Ibu saya masih menangis ketika ia menatapku. Ia merasa bersalah begitu banyak, dan tidak bisa mengerti mengapa anak laki-laki bungsunya dikutuk," tutur Latif.
Latif adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Ia menjadi satu-satunya anak di keluarganya yang mengalami penyakit aneh ini. Ia menjalani masa kanak-kanak dengan kesepian tanpa teman.
"Tak seorang pun ingin bermain dengan saya sebagai seorang anak. Anak-anak di desa saya mengejek saya setiap hari. Saya kehilangan mata kiri ketika berumur delapan tahun, dan mereka biasa memanggil saya dengan sebutan si mata satu aneh," ungkap Latif.
Saat beranjak dewasa, Latif tak berhenti berjuang untuk hidup. Ia punya mental yang kuat, tapi karena buta dan buruk rupa, tidak ada orang yang mau memberinya pekerjaan.
"Saya akan senang melakukan pekerjaan yang jujur, seperti pria normal yang bekerja untuk keluarganya. Itu akan membuat saya sangat bangga. Tapi, tak ada yang memberikan saya kesempatan, dan saya terpaksa harus mengemis, sehingga bisa memberi makan keluarga saya," ungkapnya.
Latif biasanya bisa mengantongi uang 400 Rupee (sekitar Rp 73 ribu) dalam satu hari mengemis, lengkap dengan air liur orang-orang yang meludahinya di jalan.
"Tiga gadis muda pernah berjalan melewati saya. Mereka meludahi kaki saya dan lari sambil menutup mulut mereka dengan syal. Saya sangat malu," kata Latif berkisah.
"Saya terkejut melihat betapa kejamnya mereka. Saya merasa sangat tertekan selama berhari-hari. Tapi, aku harus melanjutkan hidup dengan itu," ucapnya.
Namun, Tuhan memang adil. Empat tahun lalu, Latif akhirnya bertemu cinta dalam hidupnya. Orangtua Latif sudah lama berusaha keras mencarikan ia istri, tapi tidak ada gadis yang sudi menerimanya menjadi suami, sampai akhirnya Latif mendengar tentang Salima.
"Istri saya hanya memiliki satu kaki. Bertahun-tahun ia berjuang mencari suami. Segera setelah kami bertemu, kami tahu bahwa kami adalah jodoh. Kami berdua lengkap dalam hal ketidaknormalan medis, kami cocok!" kenang Latif.
Latif dan Salima menikah dalam upacara musim panas dengan tata cara tradisional Muslim. Mereka mengundang 400 tamu, pada Agustus 2008 silam.
"Saya merasa sangat beruntung bertemu Salima, dia tepat untuk saya. Saya merasa sedikit normal sekarang. Saya punya istri, sedikit lebih lengkap daripada hidup saya sebelumnya. Kini, dia mengandung anak pertama kami, dan saya lebih bahagia lagi. Saya pria bahagia sekarang," tegas Latif.
Meski begitu, Latif yang tidak pernah minum obat untuk penyakit yang dideritanya, masih khawatir anaknya akan lahir dengan kondisi wajah yang sama dengannya.
"Kami tidak mampu ke dokter, kami terlalu miskin Dan tidak pernah ada dokter yang mengingatkan saya agar tidak memiliki anak. Saya hanya bisa berharap dan berdoa, bahwa bayi kami akan menjadi sehat," harap Latif.
Kakak Latif pernah menjual sejumlah tanah milik keluarga mereka, delapan tahun lalu, untuk membiayai pengobatan Latif. Tapi, tak ada dokter yang sanggup menangani penderitaan Latif.
"Ada dokter yang mengatakan, bahwa kondisi saya yang sekarang ini diakibatkan gerhana matahari, ketika ibu saya sedang mengandung saya. Saya tidak tahu apakah harus memercayai dokter itu atau tidak," papar Latif.
"Sekarang, semakin banyak pembuluh darah yang melalui lipatan di wajah saya, dan tindakan operasi akan terlalu berbahaya. Saya telah kehilangan semua harapan untuk mendapatkan bantuan. Ini adalah bagaimana saya akan terlihat selamanya," kata Latif. (*)

KISAH 3 POHON

Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Suatu saat terdapat tiga buah pohon di sebuah bukit di hutan. Mereka membicarakan tentang harapan dan impian mereka saat pohon pertama berkata, "Suatu hari nanti aku berharap menjadi peti harta karun. Aku bisa diisi dengan em
as, perak dan permata-permata yang berharga. Aku akan dihiasi dengan ukiran-ukiran yang rumit dan semua orang akan melihat keindahannya."
Kemudian pohon kedua berkata, "Suatu hari nanti aku akan menjadi sebuah kapal yang kuat. Aku akan membawa para raja dan ratu menyebrangi lautan dan berlayar ke penjuru dunia. Dan berkat kekuatan badanku, semua orang akan merasa aman."

Akhirnya pohon ketiga berkata, "Aku ingin tumbuh menjadi pohon tertinggi dan tegak di hutan. Orang-orang akan melihatku di atas bukit dan melihat ke cabang-cabangku, dan berpikir tentang langit dan Tuhan dan bagaimana begitu dekatnya diriku untuk menggapainya. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang akan selalu mengingat diriku..."

Setelah beberapa tahun berdoa agar impian mereka akan terkabul, sekelompok penebang kayu mendatangi pohon-pohon tersebut. Ketika seseorang datang ke pohon pertama ia berkata, "Pohon ini terlihat sangat kuat, sepertinya aku bisa menjualnya ke tukang kayu" ... dan ia mulai memotong. Pohon itu bahagia, karena ia tahu bahwa tukang kayu akan membuatnya menjadi peti harta karun.

Pada pohon kedua penebang berkata, "Ini terlihat seperti pohon yang kuat, aku akan menjualnya ke galangan kapal." Pohon kedua senang karena ia tahu ia sedang dalam perjalanan untuk menjadi sebuah kapal besar.

Ketika penebang yang lain datang ke pohon ketiga, pohon itu ketakutan karena ia tahu bahwa jika mereka memotongnya mimpi-mimpinya tidak akan terkabul. Salah satu penebang berkata, "Aku tidak perlu sesuatu yang istimewa dari pohon ini jadi aku akan menyimpannya saja", dan dia pun menebang pohon ketiga tersebut.

Ketika pohon pertama tiba di tukang kayu, ia dijadikan sebuah kotak pakan untuk hewan. Dia kemudian ditempatkan di lumbung dan diisi dengan jerami. Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ia doakan. Pohon kedua dipotong dan dibuat menjadi sebuah perahu nelayan kecil. Mimpinya menjadi sebuah kapal yang perkasa dan membawa raja-raja telah berakhir. Pohon ketiga dipotong menjadi potongan besar dan ditinggalkan sendirian dalam gelap. Tahun-tahun berlalu, dan ketiga pohon tersebut lupa tentang mimpi mereka.

Kemudian suatu hari, seorang pria dan wanita datang ke lumbung. Dia melahirkan dan mereka menempatkan bayi di atas jerami dalam kotak pakan yang terbuat dari pohon pertama. Pria itu berharap bahwa ia bisa membuat boks untuk bayi. Pohon itu bisa merasakan pentingnya hal ini dan tahu bahwa mereka telah memegang harta terbesar sepanjang masa. Bertahun-tahun kemudian, sekelompok pria naik ke perahu nelayan yang dibuat dari pohon kedua. Salah satunya merasa lelah dan memilih untuk tidur. Sementara mereka berlayar, badai besar muncul dan pohon tersebut menganggap dirinya tidak cukup kuat untuk menjaga orang-orang ini agar tetap aman. Beberapa orang membangunkan si pria yang tertidur, dan dia berdiri lalu berkata "Perdamaian" dan badaipun berhenti. Pada saat ini, pohon itu tahu bahwa ia telah membawa Raja segala raja di perahunya.

Akhirnya, seseorang datang dan mengambil pohon ketiga. Ia dibawa melalui jalan-jalan berliku menuju puncak bukit. Ketika mereka tiba, beberapa orang memotong, memahat dan membangun sebuah rumah ibadah yang sederhana namun kokoh dari potongan kayu tersebut. Pohon itupun menyadari bahwa ia cukup kuat untuk berdiri di puncak bukit dan menjadi seperti dekat dengan Tuhan seperti yang dimungkinkan, karena ia telah menjadi salah satu rumahNya.


-

RENUNGAN
Dari cerita ini adalah bahwa ketika hal-hal tampaknya tidak berjalan seperti keinginan kita, selalu ingat bahwa Tuhan memiliki rencana untuk kita. 
Jika kita menempatkan kepercayaan kita pada-Nya, Ia akan memberikan hadiah terbaik. Masing-masing pohon mendapatkan apa yang mereka inginkan, hanya saja tidak dengan cara yang mereka bayangkan. Kita tidak selalu tahu apa rencana Tuhan bagi kita. Kita hanya tahu bahwa jalan-Nya bukanlah jalan kita, tapi jalan-Nya selalu yang terbaik.

Inspirational Quote:
“God moves in a mysterious way His wonders to perform; He plants His footsteps in the sea, and rides upon the storm.” – William Cowper


KISAH LABU KEMBAR (Shuang Hu Lu 双葫芦)

Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Alkisah pada masa lampau di China, terdapat 2 orang kakak beradik yang berbeda ibu, ibu si kakak sudah lama meninggal. Kini dia tinggal bersama ayah, ibu tiri dan adik tirinya. Mereka berdua sangat akra
b, sang kakak sangat menyayangi adiknya dan si adik sangat menghormati kakanya. Ibu mereka juga menyayangi mereka berdua. Sang kakak menanam pohon labu dan dengan rajin memeliharanya hingga tumbuh besar. Ketika pohon labu berbuah sang kakak menyadari kalau ada buah labu kembar yang berdampingan.

Suatu hari mereka mendengar kabar bahwa raja negeri mereka sedang sakit parah, tabib istana mengatakan bahwa labu kembar dapat menyembuhkan penyakit raja. Maka diadakanlah sayembara, barangsiapa yang memiliki labu kembar akan mendapatkan satu peti emas. Sang kakak sangat senang mendengarnya, dia segera memberitahu kepada keluarganya.

Pada hari keberangkatan sang kakak ke ibukota, ibu memanggil si adik kedalam dapur. Dia memberi 2 buah kue pia kepada adik lau berkata:
"Ada 2 buah kue pia, yang polos dan bergambar bunga. Berilah kakakmu kue yang bergambar bunga. Sebab ibu telah memberi racun didalamnya."
"Kenapa ibu ingin membunuh kakak?bukankah ibu juga menyayangi kakak?" tanya si adik keheranan, 
"Ibu memang menyayanginya, tetapi kamu adalah anakku dan aku tidak rela bila kakakmu mendapatkan emas itu, maka biarlah dia memakan kue beracun ini"
Kemudian si adik membawa kue itu ke kakaknya. Sang kakak yang dari tadi mencari adiknya senang melihat adiknya, dipeluknya dan kemudian berkata 
"Adikku, tunggu kakak ya, kakak janji akan segera pulang, kakak akan membeli banyak oleh oleh untukmu dari kota dan uang emas hadiahnya untuk kita bersama!" 

Sang adik terdiam, kemudian berkata kepada kakaknya. "Kakak, ibu memberi kita berdua kue, makanlah...tapi aku ingin kue yang bergambar bunga." Setelah itu si adik dengan lahap memakan kue beracun itu. Setelah kepergian kakaknya, dia berkata kepada ibunya"Ibu, kue beracun itu telah kumakan, kakak sangat baik kepadaku, mana mungkin aku tega membunuhnya. Setelah aku mati, sayangilah dia seperti ibu menyayangiku..."

Ibunya yang mendengarnya kemudian memeluknya "Anak bodoh, tidak ada racun sama sekali di kue bergambar bunga itu. Ibu hanya menguji rasa sayangmu kepada kakamu, ibu kuatir kamu menjadi iri dengan kemujuran kakakmu..."

Orang orang yang mengetahui kisah mereka mengabadikannya dengan membuat bermacam2 aksesori labu kembar seperti layangan, dll sebagai lambang keberuntungan dan persaudaraan.


Source

KISAH SANG JENDRAL DAN PENGEMBALA BEBEK

Kumpulan Cerita Inspiratif Dan Motivasi

Seorang jenderal panglima perang beserta sisa pasukannya baru saja kembali dari medan pertempuran. Mereka terlihat sangat kelelahan dan nampak sebagian dari mereka terluka. Perjalanan mereka terhenti
di sebuah sungai dan mereka pun beristirahat sejenak melepas lelah sambil mengobati prajurit yang terluka. Saat perjalanan akan dilanjutkan mereka harus menyeberangi sungai itu, air sungai nampak tenang dan membuat sang jenderal mencari-cari lokasi yang dianggapnya tepat untuk menyeberang.

Tak jauh dari tempat itu nampak seorang pengembala bebek, dan sang jenderal bertanya "Hey penggembala bebek, kami harus menyeberang sungai ini, tunjukkan disebelah mana tempat yang aman untuk kami menyeberangi sungai ini?" Si penggembala bebek tergopoh-gopoh berlari mendekati sang jenderal dan segera menunjukkan arah tak jauh dari tempatnya berdiri dimana bebek-bebeknya berada.


Sang jenderal segera menginstruksikan beberapa prajuritnya untuk menaiki kuda masing-masing dan masuk ke sungai ditempat yang ditunjukkan oleh si penggemabal bebek. Namun apa dinyana sesampai ditengah sungai, kuda yang berada di barisan paling depan terperosok dan penunggangnya terjatuh hingga nyaris hanyut terbawa arus sebelum akhirnya tertolong oleh rekan-rekan prajurit lainnya.


Sang jenderal sangat marah dan segera memerintahkan para prajuritnya menangkap si penggembala bebek dan bersiap untuk memenggal kepalanya. "Hey anak muda, sungguh berani sekali kamu menyesatkan kami, hampir saja prajuritku mati gara-gara kamu" si penggembala bebek menangis ketakutan seraya memohon ampun, katanya terbata-bata "Ampun.. ampun.. Tuan.. sungguh saya tidak bermaksud mencelakakan Tuan" Sang jenderal makin geram dan berteriak "Kamu lihat sendiri, arah yang kamu tunjukkan adalah salah, sungai disana sangat dalam dan seekor kuda telah mati gara-gara kamu!"


"Ampun.. Tuan, ampun.. bukankah tadi di tempat itu bebek-bebek saya berenang dengan aman?"


Kali ini sang jenderal tertegun, sejenak berpikir lalu tersadarkan bahwa dirinya telah salah bertanya kepada orang yang tidak tepat. Serta merta dia memerintahkan prajuritnya untuk membebaskan si penggembala bebek itu.



RENUNGAN
Bila ingin berhasil bertanyalah kepada mereka yang telah berhasil melaluinya bukan bertanya kepada mereka yang hanya melihat orang-orang  yang telah berhasil