Cerita Cerita Inspiratif Dan Motivasi
Zaman dahulu di sebuah kerajaan berkuasalah Kaisar yang memiliki seorang penasehat yang sangat bijak dan sangat cerdik. Karena merasa jasa-jasa penasehatnya itu sudah banyak terhadap kerajaan, Sang Kaisar berniat untuk memberikan suatu hadiah istimewa kepadanya. Maka dipanggillah Bapak Penasehat itu. Tiba di hadapannya, Sang Kaisar mengutarakan niatnya memberikan hadiah istimewa.
“Silakan Paman sebutkan, apa saja yang Paman inginkan, akan aku usahakan sebisaku. Rumah, tanah, perhiasan, kuda, pesiar ke negeri lain atau apa saja. Jasa-jasa paman terhadapku dan kerajaan sudah sangat banyak, jadi paman berhak atas hadiah ini.”
Tidak menyangka akan ditawari hadiah “terserah” itu, bapak penasehat berpikir sejenak. Lalu dengan tenang dan sambil tersenyum-senyum, dia berkata,
“Terima kasih Baginda Kaisar, atas hadiah yang tidak disangka-sangka ini, apalagi hadiahnya hamba boleh menentukan sendiri. Hmm…hamba tidak usah diberi hadiah macam-macam. Cukuplah buat hamba beras saja, beras sebagai lambang kemakmuran negeri kita.”
“Hah..! Cuma beras??” Sang Kaisar terperanjat tidak percaya.
“ Paman hanya minta beras?...Berapa banyak yang harus aku berikan?” tanya Kaisar.
“Ampun Baginda. Hamba tidak meminta banyak-banyak. Cukup satu butir saja,” jawab penasehat, makin membuat penasaran kaisarnya.
“Haahh…satu butir?...Untuk apa satu butir?”tanya Kaisar kembali karena keheranan.
Sambil tersenyum lagi, penasehat yang wajahnya berwibawa itu menjelaskan,
“Maaf Baginda. Sebentar!....Satu butir beras saja untuk besok. Lalu hamba minta lagi 2 butir lusa. Minta dikirim ke rumah hamba. Hari ketiganya, tolong kirim beras 2 kali dari hari ke-2, yaitu 4 butir. Dan seterusnya, setiap hari jumlah butir berasnya dua kali dari hari sebelumnya. Hamba minta hingga hari ketiga puluh, jadi selama 1 bulan saja.”
“Ooh….begitu! Aku kira cuma 1 butir. Wah, hadiah istimewanya aneh sekali. Waduh, cukup itu Paman?” tanya Kaisar kembali meyakinkan.
“Cukup Baginda, itu saja permintaan Hamba,” bapak penasehat menjawabnya.
“Walah, Paman nih bagaimana! Mau dikasih hadiah istimewa, malah mintanya beras. Sedikit lagi! Tapi karena ini adalah hak Paman, aku akan kabulkan permintaan itu. Mulai besok, bapak pengawal ini akan menyediakan berasnya dari gudang beras kerajaan dan mengantarkan beras itu ke rumah Paman.” sambil Sang Kaisar menunjuk seorang pengawal setianya, yang sudah berusia setengah baya.
Mulailah esoknya pengawal kepercayaan raja itu mengantarkan hadiah berupa beras ke rumah penasehat. Satu butir saja! Dengan setengah tidak percaya, sang pengawal membawa sebutir beras itu.
“Apa-apaan ini, minta kok sedikit-sedikit! Hari ini sebutir besok 2 butir, terus lusa 4 butir. Kenapa nggak sekalian saja minta 1 karung ya?!”, pikirnya dalam hati.
Hari berikutnya, diulanglah pengantaran beras ini. Kali ini, 2 butir saja. Seperti halnya dengan hari pertama, sang pengawal bergumam,
“Ringan amat nih tugas! Hari ini 2 butir, kemarin malah cuma 1 butir. Yakh…aneh banget tuh Bapak Penasehat, meskipun beliau sangat bijak dan pandai. Tapi…gak apa-apalah, aku jadi ada kesempatan untuk tugas keluar istana. Kan lebih bebas!”
Hari ketiga, lagi-lagi sang pengawal mengantar beras yang sangat sedikit, 4 butir. “Wah, kalau tiap hari kerjaanku cuma begini, enak banget! Cuma mengambil beberapa butir beras, lalu mengantarnya ke rumah Bapak Penasehat,” pikirnya dengan gembira.
Di hari kesepuluh, mulai timbul kebosanan pada diri sang pengawal. Pada hari itu, dia harus menyiapkan beras sebanyak 512 butir. Masih ringan sih, tapi sudah terasa sulit bagi matanya yang sudah agak lamur untuk menyiapkan beras. Sehingga dia yang biasanya mengambil sendiri beras di gudang, kali ini meminta bantuan orang gudang beras kerajaan untuk membantunya menghitung.
Di hari kedua puluh lima, Sang Kaisar baru merasa sadar, dari hari ke hari, jumlah pengawal dan pegawai yang bertugas di istana terlihat makin berkurang. Kemarin-kemarin, dia merasakan hal itu tapi dia belum sempat menanyakannya ke kepala pengawal dan kepala kepegawaian istana tentang perihal itu. Di hari itu dia panggil pengawal setia, yang selama ini dia berikan tugas mengirimkan hadiah untuk penaseheat kerajaan itu, untuk menghadap. Langsung saja Sang Kaisar bertanya,
“Bapak Pengawal, kemana saja dirimu? Kok, agak jarang kelihatan? Terus pengawal dan pegawai yang lain, pada ke mana ya? Banyak yang tidak masuk?”
“Ampun Baginda, minta maaf sebesar-besarnya. Hamba menyuruh mereka untuk membantu pekerjaan hamba,” pengawal itu berusaha menjelaskan.
“Pekerjaan apa?” kembali kaisar bertanya.
“Menghitung beras!” jawab pengawal.
“Menghitung beras? Lho, bukannya itu bisa ditangani Bapak sendiri. Sedikit kan berasnya?” kaisar merasa heran.
“Ampun Baginda. Memang sedikit awalnya, tapi sekarang-sekarang sudah sangat banyak Tidak sanggup saya menghitungnya. Ini saya perlihatkan!”.
Lalu dia merogoh saku bajunya, mengambil secarik kertas berisi catatan.
“Hari ini hari kedua puluh lima kita memberikan hadiah buat Bapak Penasehat. Jumlah butir beras yang harus disiapkan adalah …..Sebentar Baginda.
Oh, ini. Hari ini 16,777,216 butir!”
“Walah, banyak banget Bapak! Kok bisa?” Kaisar bertambah heran.
“Benar Baginda, berasnya memang sangat banyak yang harus kita siapkan. Bahkan hamba tidak yakin seluruh isi gudang beras kerajaan akan cukup untuk bisa memenuhi permintaan seluruhnya. Ini saja, isi gudang kita sudah mulai menipis. Ditambah….seluruh pegawai gudang sudah hamba kerahkan untuk menghitung. Entah kalau besok, sepertinya hamba harus mengerahkan seluruh pengawal istana,” urai pengawal menjelaskan.
“Waduh, kok bisa begitu ya? Banyak amat!” Sang Kaisar baru menyadari kecerdikan penasehatnya. Awalnya dia memang terlalu memandang rendah permintaannya.
Benar kan, kalau kita tidak teliti dan sering menyepelekan sesuatu yang kelihatan kecil, bisa kurang baik akibatnya. Bahkan bisa fatal.
Yang kecil itu ternyata bisa menjadi besar. Sering kan kita mengalami seperti itu! Meremehkan sesuatu yang terlihat sepintas kecil, dan kurang teliti terhadap suatu permasalahan. Jadi selalu telitilah dengan yang kecil-kecil! Dan pintar-pintarlah mengkalkulasi angka, karena angka adalah bagian dari kehidupan kita yang sangat amat penting.
Eh, coba saya mengetes anda, berapakah jumlah butir beras yang harus disiapkan di hari terakhir? Ada yang tahu?
Nah, kalau itu tahu, coba lagi. Berapa jumlah total beras yang harus disediakan, dari hari pertama hingga hari ketiga puluh?
Zaman dahulu di sebuah kerajaan berkuasalah Kaisar yang memiliki seorang penasehat yang sangat bijak dan sangat cerdik. Karena merasa jasa-jasa penasehatnya itu sudah banyak terhadap kerajaan, Sang Kaisar berniat untuk memberikan suatu hadiah istimewa kepadanya. Maka dipanggillah Bapak Penasehat itu. Tiba di hadapannya, Sang Kaisar mengutarakan niatnya memberikan hadiah istimewa.
“Silakan Paman sebutkan, apa saja yang Paman inginkan, akan aku usahakan sebisaku. Rumah, tanah, perhiasan, kuda, pesiar ke negeri lain atau apa saja. Jasa-jasa paman terhadapku dan kerajaan sudah sangat banyak, jadi paman berhak atas hadiah ini.”
Tidak menyangka akan ditawari hadiah “terserah” itu, bapak penasehat berpikir sejenak. Lalu dengan tenang dan sambil tersenyum-senyum, dia berkata,
“Terima kasih Baginda Kaisar, atas hadiah yang tidak disangka-sangka ini, apalagi hadiahnya hamba boleh menentukan sendiri. Hmm…hamba tidak usah diberi hadiah macam-macam. Cukuplah buat hamba beras saja, beras sebagai lambang kemakmuran negeri kita.”
“Hah..! Cuma beras??” Sang Kaisar terperanjat tidak percaya.
“ Paman hanya minta beras?...Berapa banyak yang harus aku berikan?” tanya Kaisar.
“Ampun Baginda. Hamba tidak meminta banyak-banyak. Cukup satu butir saja,” jawab penasehat, makin membuat penasaran kaisarnya.
“Haahh…satu butir?...Untuk apa satu butir?”tanya Kaisar kembali karena keheranan.
Sambil tersenyum lagi, penasehat yang wajahnya berwibawa itu menjelaskan,
“Maaf Baginda. Sebentar!....Satu butir beras saja untuk besok. Lalu hamba minta lagi 2 butir lusa. Minta dikirim ke rumah hamba. Hari ketiganya, tolong kirim beras 2 kali dari hari ke-2, yaitu 4 butir. Dan seterusnya, setiap hari jumlah butir berasnya dua kali dari hari sebelumnya. Hamba minta hingga hari ketiga puluh, jadi selama 1 bulan saja.”
“Ooh….begitu! Aku kira cuma 1 butir. Wah, hadiah istimewanya aneh sekali. Waduh, cukup itu Paman?” tanya Kaisar kembali meyakinkan.
“Cukup Baginda, itu saja permintaan Hamba,” bapak penasehat menjawabnya.
“Walah, Paman nih bagaimana! Mau dikasih hadiah istimewa, malah mintanya beras. Sedikit lagi! Tapi karena ini adalah hak Paman, aku akan kabulkan permintaan itu. Mulai besok, bapak pengawal ini akan menyediakan berasnya dari gudang beras kerajaan dan mengantarkan beras itu ke rumah Paman.” sambil Sang Kaisar menunjuk seorang pengawal setianya, yang sudah berusia setengah baya.
Mulailah esoknya pengawal kepercayaan raja itu mengantarkan hadiah berupa beras ke rumah penasehat. Satu butir saja! Dengan setengah tidak percaya, sang pengawal membawa sebutir beras itu.
“Apa-apaan ini, minta kok sedikit-sedikit! Hari ini sebutir besok 2 butir, terus lusa 4 butir. Kenapa nggak sekalian saja minta 1 karung ya?!”, pikirnya dalam hati.
Hari berikutnya, diulanglah pengantaran beras ini. Kali ini, 2 butir saja. Seperti halnya dengan hari pertama, sang pengawal bergumam,
“Ringan amat nih tugas! Hari ini 2 butir, kemarin malah cuma 1 butir. Yakh…aneh banget tuh Bapak Penasehat, meskipun beliau sangat bijak dan pandai. Tapi…gak apa-apalah, aku jadi ada kesempatan untuk tugas keluar istana. Kan lebih bebas!”
Hari ketiga, lagi-lagi sang pengawal mengantar beras yang sangat sedikit, 4 butir. “Wah, kalau tiap hari kerjaanku cuma begini, enak banget! Cuma mengambil beberapa butir beras, lalu mengantarnya ke rumah Bapak Penasehat,” pikirnya dengan gembira.
Di hari kesepuluh, mulai timbul kebosanan pada diri sang pengawal. Pada hari itu, dia harus menyiapkan beras sebanyak 512 butir. Masih ringan sih, tapi sudah terasa sulit bagi matanya yang sudah agak lamur untuk menyiapkan beras. Sehingga dia yang biasanya mengambil sendiri beras di gudang, kali ini meminta bantuan orang gudang beras kerajaan untuk membantunya menghitung.
Di hari kedua puluh lima, Sang Kaisar baru merasa sadar, dari hari ke hari, jumlah pengawal dan pegawai yang bertugas di istana terlihat makin berkurang. Kemarin-kemarin, dia merasakan hal itu tapi dia belum sempat menanyakannya ke kepala pengawal dan kepala kepegawaian istana tentang perihal itu. Di hari itu dia panggil pengawal setia, yang selama ini dia berikan tugas mengirimkan hadiah untuk penaseheat kerajaan itu, untuk menghadap. Langsung saja Sang Kaisar bertanya,
“Bapak Pengawal, kemana saja dirimu? Kok, agak jarang kelihatan? Terus pengawal dan pegawai yang lain, pada ke mana ya? Banyak yang tidak masuk?”
“Ampun Baginda, minta maaf sebesar-besarnya. Hamba menyuruh mereka untuk membantu pekerjaan hamba,” pengawal itu berusaha menjelaskan.
“Pekerjaan apa?” kembali kaisar bertanya.
“Menghitung beras!” jawab pengawal.
“Menghitung beras? Lho, bukannya itu bisa ditangani Bapak sendiri. Sedikit kan berasnya?” kaisar merasa heran.
“Ampun Baginda. Memang sedikit awalnya, tapi sekarang-sekarang sudah sangat banyak Tidak sanggup saya menghitungnya. Ini saya perlihatkan!”.
Lalu dia merogoh saku bajunya, mengambil secarik kertas berisi catatan.
“Hari ini hari kedua puluh lima kita memberikan hadiah buat Bapak Penasehat. Jumlah butir beras yang harus disiapkan adalah …..Sebentar Baginda.
Oh, ini. Hari ini 16,777,216 butir!”
“Walah, banyak banget Bapak! Kok bisa?” Kaisar bertambah heran.
“Benar Baginda, berasnya memang sangat banyak yang harus kita siapkan. Bahkan hamba tidak yakin seluruh isi gudang beras kerajaan akan cukup untuk bisa memenuhi permintaan seluruhnya. Ini saja, isi gudang kita sudah mulai menipis. Ditambah….seluruh pegawai gudang sudah hamba kerahkan untuk menghitung. Entah kalau besok, sepertinya hamba harus mengerahkan seluruh pengawal istana,” urai pengawal menjelaskan.
“Waduh, kok bisa begitu ya? Banyak amat!” Sang Kaisar baru menyadari kecerdikan penasehatnya. Awalnya dia memang terlalu memandang rendah permintaannya.
Benar kan, kalau kita tidak teliti dan sering menyepelekan sesuatu yang kelihatan kecil, bisa kurang baik akibatnya. Bahkan bisa fatal.
Yang kecil itu ternyata bisa menjadi besar. Sering kan kita mengalami seperti itu! Meremehkan sesuatu yang terlihat sepintas kecil, dan kurang teliti terhadap suatu permasalahan. Jadi selalu telitilah dengan yang kecil-kecil! Dan pintar-pintarlah mengkalkulasi angka, karena angka adalah bagian dari kehidupan kita yang sangat amat penting.
Eh, coba saya mengetes anda, berapakah jumlah butir beras yang harus disiapkan di hari terakhir? Ada yang tahu?
Nah, kalau itu tahu, coba lagi. Berapa jumlah total beras yang harus disediakan, dari hari pertama hingga hari ketiga puluh?
Iya bener.. yg besar dimulai dari yg kecil :)
ReplyDelete